Aku ingin mendaki puncak tantangan, menerjang batu granit kesulitan, menggoda mara bahaya, dan memecahkan misteri dengan sains. Aku ingin menghirup berupa-rupa pengalaman lalu terjun bebas menyelami labirin lika-liku hidup yang ujungnya tak dapat disangka. Aku mendamba kehidupan dengan kemungkinan-kemungkinan yang bereaksi satu sama lain seperti benturan molekul uranium: meletup tak terduga-duga, menyerap, mengikat, mengganda, berkembang, terurai, dan berpencar ke arah yang mengejutkan. Aku ingin ke tempat-tempat yang jauh, menjumpai beragam bahasa dan orang-orang asing. Aku ingin berkelana, menemukan arahku dengan membaca bintang gemintang. Aku ingin mengarungi padang dan gurun-gurun, ingin melepuh terbakar matahari, limbung dihantam angin, dan menciut dicengkeram dingin. Aku ingin kehidupan yang menggetarkan, penuh dengan penaklukan. Aku ingin hidup! Ingin merasakan sari pati hidup!
Under a bright sunny sky, the three-day Byron Bay Writers’ Festival welcomed Andrea Hirata who charmed audiences with his modesty and gracious behavior during two sessions.
Andrea also attended a special event where he and Tim Baker, an Australian surfing writer, spoke to a gathering of several hundred school children. During one session, Andrea was on a panel with Pulitzer Prize winning journalist from Washington, DC, Katharine Boo, which he said was a great honor.
The August event for the school children was very meaningful to Andrea, the barefooted boy from Belitung, as he made mental comparisons with the educational opportunities of these children, compared to what he experienced.
And now his own life story is about to become even more amazing, as his book Laskar Pelangi (The Rainbow Troops) is being published around the world in no less than twenty-four countries and in 12 languages. It has caught the eye of some of the world’s top publishing houses, such as Penguin, Random House, Farrar, Straus and Giroux, (New York, US) and many others. Translations are already on sale in Brazil, Taiwan, South Korea and Malaysia.
All this has come about because of the feeling of appreciation that the young Andrea felt for his teacher, Muslimah. He promised her that he’d write a book for her someday. This was because for him and his school friends, a book was the most valuable thing they could think of.
Andrea told a story that illustrated this fact. When royalties flowed in for him he decided to give his community a library. He spent a lot of money on books. He left the village headman in charge of administering the library. However, when he came back several months later, all the books were gone. People loved the books, but they had no concept of how a lending library functioned.
“Some of them could not even read, but they just loved to have a book, an object of great value and importance, in their homes. We will restock the library with books and this time it will be run by our own administration,” he laughed.
Andrea told this story as we sat in the coffee shop adjoining a Gold Coast City Library, one of 12 scattered around the city. One of the librarians, Jenneth Duque, showed him around the library, including the new state-of-the-art book sorting machine, for processing returns located in the staff area. As he saw the books being returned through pigeonholes by the borrowers and the computerized conveyor belt sorting them into the correct bin for reshelving, the sight made him laugh and prompted the telling of that story.
Andrea wrote the book for his teacher while in the employ of Telkom, but the completed manuscript was taken from his room, which was located in a Bandung student accommodation community. Whoever took the manuscript knew enough to send it to a publisher and that’s how Andrea, an unhappy postal service worker who had studied economics in Europe and the UK, became the accidental author of the biggest selling novel in Indonesia’s history.
He has since written seven more books.
Fast forward to 2011 and Andrea was in Iowa, the US, where he did a reading of his short story, The Dry Season. He was approached by an independent literary agent, Kathleen Anderson. They talked, but for six months there was no news until an email arrived telling him that one of the best publishers in the US, Farrar, Straus and Giroux, had accepted his book.
Then every week, more publishers said “yes” and now he has 24 contracts from the world’s leading publishers.
Andrea worked with Angie Kilbane of the US on the English translations of Laskar Pelangi and its sequel Sang Pemimpi (The Dreamer). Translators from several other countries have visited his home village in Belitung to do research.
“For a long time I wondered what was the key to the enormous success of my book,” Andrea said.
“I think there’s no single right answer. Perhaps people are fed up with writing focused on urban issues or esca
Great adventuring! I like this quote: "Jika ingin menjadi manusia yang berubah, jalanilah tiga hal ini: sekolah, banyak-banyak membaca Al Qur'an, dan berkelana."
mengutip dari sebuah paragraf dalam buku Edensor:
"Berkelana tidak hanya telah membawaku ke tempat-tempat yang spektakuler sehingga aku terpaku, tak pula hnya memberiku tantangan ganas yang menghadapkanku pada keputusan hitam putih, sehingga aku memahami manusia seperti apa aku ini.
Pengembaraan ternyata memiliki paru-parunya sendiri, yang dipompa oleh kamampuan menghitung setiap resiko, berpikir tiga langkah ke depan sebelum langkah pertam adiambil, integritas yang tak dapat ditawar-tawar dalam keadaan apapun, toleransi, dan daya tahan. Semua itu lebih dari cukup untuk mengubah mentalitas manusia yang paling bebal sekalipun."
jadi inget sebuah syair nasyid: Berjalan bermusafirlah melihat keagungan Allah..
dan dalam beberapa ayat dalam Al Qur'an, Allah pun menyuruh kita berkelana..
"Dialah Yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebahagian dari rezki-Nya. Dan hanya kepada-Nya-lah kamu (kembali setelah) dibangkitkan." (QS 67:15)
Dalam masa sehari saya berjaya menamatkan 2 karya Andrea Hirata; Sang Pemimpi dan Edensor. Novel-novel tersebut merupakan buku kedua dan ketiga daripada tetralogi Laskar Pelangi.
Laskar Pelangi mendiami sudut istimewa di hati saya (yang pertama sentiasa yang terbaik!) Namun, Edensor akrab dengan saya secara peribadi. Pendidikan masih menjadi tema utama novel dan mimpi-mimpi adalah enjin yang menggerakkan manusia untuk berani maju.
Di dalam Edensor, Ikal berjaya melanjutkan pelajaran S2 (pascasiswazah) di Universiti Sorboune, Perancis. Anak Melayu miskin daripada Pulau Belitong ini nyata tergamam melihat dunia yang serba berbeza, baik dari segi cuaca, geografi, budaya dan bahasa.
Mimpi Ikal untuk menjelajah seluruh Eropah dan benua Afrika masih tersimpan kemas. Bersama Arai, mereka berdua mengembara dari Perancis, turun ke Belanda, tembus ke Eropah Barat, naik ke negara Skandanavian, masuk ke barat Rusia dan seterusnya. Mereka mendapatkan biaya perjalanan dengan membuat persembahan street art; menjadi tugu ikan duyung! Duit belas ihsan pelancong yang terhibur dengan persembahan mereka berdua menjadi bekalan utama untuk meneruskan impian kembara.
Setiap bab (mozaik) pasti punya humor dengan gaya khas Andrea. Ceritanya lembut, mengesankan, menginspirasikan.
Tema mahasiswa dan kembara sentiasa dekat di hati saya, memandangkan dua perkara tersebutlah yang menjadi kehidupan saya empat tahun yang terakhir ini.
Adakah saya patut meneruskan kisah pertualangan Ikal di dalam Maryamah Karpov atau berehat sebentar?
”Aku ingin mendaki puncak tantangan, menerjang batu granit kesulitan, menggoda mara bahaya, dan memecahkan misteri dengan sains. Aku ingin menghirup berupa-rupa pengalaman lalu terjun bebas menyelami labirin liku-liku hidup yang ujungnya tak dapat disangka.” Kini Ikal dan Arai bukan lagi para pemimpi. Impian keduanya dulu untuk dapat bersekolah ke Perancis, menjelajah sampai afrika telah tercapai. Berkat kerja keras dan pengorbanan, Ikal dan Arai berhasil mendapatkan beasiswa untuk berkuliah di Universitas Sorbonne Perancis-sebuah impian yang telah sejak lama mereka cita-citakan. Ikal berkutat dengan teori-teori ekonomi, sedangkan Arai sibuk dengan penelitian ilmiah biologinya. Dan ketika liburan musim panas tiba, Ikal dan Arai membuat keputusan gila. Keduanya akan menjelajah Eropa dan Afrika dengan modal sebagai manusia patung!! Mereka menjelajahi dinginnya Belush’ye di bagian utara Rusia, dan menyeberangi panasnya padang pasir sahara di Mali. Mereka mengarungi Islandia di barat sampai ke Laut Kaspia di timur. Tak lupa selama perjalanan itu, Ikal mencari sosok A Ling, cinta pertamanya yang hilang. Cinta pertama yang membuatnya tergila-gila. Cinta pertama yang menghadiahinya novel Seandainya Mereka Bisa Bicara. Cinta pertama yg mengenalkannya pada keindahan Edensor, sebuah tempat yang dipikir Ikal hanya ada di dunia khayal. Penjelajahan usai, namun kuliah terus dilanjutkan. Ikal kemudian pindah kuliah ke Inggris. Sementara Arai pulang ke tanah air karena sakit. Siapa sangka kepindahan Ikal ke Inggris akan mengantarkannya ke tempat terindah yang sangat diidam-idamkannya; Edensor. Edensor adalah novel ketiga dari tetralogi Laskar pelangi. Sebagaimana dua novel terdahulunya, Edensor mampu memukau pembaca dengan kata-katanya yang kaya makna. Metafora-metaforanya liar namun menggelitik, alinea-alineanya sarat ilmu pengetahuan. Gaya tuturannya yang mengalir membuat pembaca mudah memahami dari awal sampai akhir.
- To be honest, ini adalah buku pertama yang aku pernah baca tulisan Andrea ni. Aku pun tak tahu yang buku ni wujud, sebelum ni aku tahu buku Laskar Pelangi tu je sebab lagu dia famous.
- Buku ni adalah novel ketiga dari tetralogi Laskar Pelangi yang mana aku tak sempat habiskan lagi yang buku first tu.
- Apa tu Edensor? Mula-mula aku tak tahu apa tu maksud Edensor tapi dekat akhir buku ni baru aku tahu yang Edensor ni nama sebuah desa khayalan Andrea dan kekasih dia tapi at the end tempat ni wujud dekat England.
- Sebenarnya, buku ni cerita pasal pengalaman Andrea dan sepupunya masa travel seluruh Eropah dan Afrika dengan cara backpacker. Mereka ni belajar dekat Paris dan masa cuti musim panas mereka decide nak travel Eropah dan Afrika. Maknanya, ni kisah benar la.
- Banyak betul benda yang berlaku masa mereka ni tengah travel. Tapi ada satu benda yang Andrea ni semangat gila nak travel sebab dia nak cari A Ling, perempuan yang dia cinta masa zaman remaja dia. Gila kan? Penangan cinta, macam-macam orang akan buat. Hahahaha
- Masa aku baca buku ni dengan aku sekali dapat travel di 42 buah negara dengan mereka ni. Ya betul, kembara melalui pembacaan. Aku dapat tahu banyak benda, pasal sejarah, pasal orang-orang ternama yang aku tak pernah dengar pun sebelum ni dan banyak lagi !
4.75* untuk keseluruhan buku ini. Saya bagi sekali percikan bunga api yang banyak. Terasa sangat puas dengan nukilan encik penulis dalam naskah ini. Di akhir helaian kertas walaupun ada persoalan yang bermain di dalam minda, saya masih mampu menghembuskan nafas lega. Tak rugi dapat buku ni!
Mungkin agak terlewat untuk membaca naskah ini berbanding orang lain. Tapi tidak apa, saya nak katakan yang saya jatuh cinta dengan naskah ini. Untuk beberapa hari walaupun diri ini sibuk meneruskan keberlangsungan hidup sebagai seorang homosapien di bumi, naskah ini tetap melambai-lambai minta untuk dihabiskan ketika bertembung dengannya di dalam bilik. (Aik apa yang saya merapu ni?)
Kekadang terfikir andainya diri ini segagah dan punyai fizikal dan mental yang kuat seperti watak-watak utama yang dipamerkan, pasti sudah jauh diri ini menggembara. Mungkin ke Antartika? Heee…(Okey abaikan ini!)
Adakah ini cerita fiksyen semata-mata ataupun memang kehidupan yang pernah encik penulis lalui? Andai jalan cerita ini adalah berasaskan kehidupan penulis, saya ingin bagi tabik hormat. Kalau saya jumpa encik penulis, akan saya bawa berselfie! Haha…
Suka dengan quotes ini!
“Bermimpilah, karena Tuhan akan memeluk mimpi-mimpi itu.”
"Jika ingin menjadi manusia yang berubah, jalanilah tiga hal ini: sekolah, banyak-banyak membaca Al Qur'an, dan berkelana/menggembara."
Falsafah kebahagiaan ; "Tertawalah, seisi dunia akan tertawa bersamamu; janganlah bersedih kerana kau hanya akan bersedih sendirian."
Helaian demi helaian yang diselak akan membawa kepada sebuah penggembaraan hidup yang menarik watak-watak dalam naskah ini. Pelbagai rasa dan perasaan yang akan hadir dalam benak minda dan jiwa. Analogi-analogi yang disajikan juga sangat menarik dengan diselitkan humor yang mampu membuatkan kita tersenyum dan tergelak sendiri. Falsafah hidup yang dibentangkan sederhana tapi memang terbaik! Entah saya pun tak tahu nak ungkapkan macam mana lagi apa yang bermain di dalam minda detik ini. heee...
Kepada yang ingin merasai apa yang ada di dalam buku yang kacak dan handsome ini, silalah cari dan baca. Mungkin kalian juga bersetuju dengan saya yang buku ini memang terbaik. Pasti ada yang menarik perhatian anda walaupun bukan semua. Karya yang penuh dengan nilai-nilai kehidupan dan hubungan Arai dan Ikal memang saya suka. Suka dan duka mereka harungi bersama sebagai keluarga dan sahabat. Tersentuh!
Pendek kata, saya suka, sayang dan pernah bercinta dengan buku ni sebelum menyimpannya di atas rak buku peribadi! *thumbs up sambil senyum lebar.
I read Edensor after the first tetra-logy of Andrea Hirata Laskar Pelangi (LP). Only take few hours I came to conclusions that Edensor was far below my expectation.
Compare to LP, Edensor did not have strong character. The flow of building the conflict sound too harsh, too fast. In LP Andrea has capability to bring the reader up and down emotionally through beautiful words, careful sentences and so poetic. Even LP -as Andrea admitted only his memoir but it did have details that enrich the story.
Edensor lacked of those details. It has potential to be as good as LP. I smelt something missing here, something that supposed to explain many things about his journey.
I do love the way he explain his admire to Weh but then I can not find any better than that. Ah Ling -the girl that he's been chasing through internet googling was naive indeed but so touching. I felt the same way when you only love the one like Arai did.
Hope the last tetra-logy Maryamah Karpov will answer all my curiosity. Edensor still worth to read but I was hoping even better than that.
Kisah ini menggambarkan perjalanan seorang pemuda yang penuh tantangan, ketidakpastian, dan pencarian jati diri. Lebih dari sekadar petualangan fisik, cerita ini menyelami perjalanan batin yang menguji keberanian dan keteguhan hati. Karakter utamanya tidak digambarkan sebagai sosok yang sempurna, justru melalui kesalahan dan kegagalannya, ia terasa lebih nyata. Setiap langkah yang diambilnya penuh makna, mengajarkan bahwa hidup bukan hanya tentang bertahan, tetapi juga tentang menerima dan memahami takdir.
Dengan gaya penceritaan yang lugas namun emosional, buku ini tidak hanya menawarkan ketegangan dan aksi, tetapi juga refleksi mendalam tentang kebebasan dan arti sebuah perjalanan. Setiap tantangan yang dihadapi tokoh utama menjadi simbol dari realitas kehidupan—bahwa manusia selalu dihadapkan pada pilihan sulit yang menguji prinsip dan keyakinan. Buku ini meninggalkan kesan mendalam, mengingatkan bahwa perjalanan terbesar bukanlah sejauh apa kita melangkah, tetapi seberapa dalam kita memahami diri sendiri.
Kali ini Andrea mengeksploitasi cerita tentang bagaimana schock culture ketika 'anak udik' ketemu dengan peradaban lain, eropa. Dimana mana ternyata ide ini membuat sesuatu yang segar dan menarik. Dari jaman Charlie Caplin , Dono-Kasino-Indro hingga Extra Vaganza selalu memakai resep ini. Hal in juga dilakukan Andrea untuk melatar belakangi cerita pada laskar pelangi dan sang pemimpi, bedanya pada laskar pelangi berupa benturan antara 'budaya proletar' kaum 'kuli tambang melayu' dengan budaya elit PN Timah. Sedangkan di Sang Pemimpi antara budaya 'melayu udik' dengan budaya urban depok, bogor dan jakarta.
(Sepertinya ide pertentangan/konflik budaya ini memang selalu menjadi latar belakang cerita yang menarik, Nagabonar jadi 2 juga berhasil dengan membawa latar belakang ini.)
Memang seperti di dalam Laskar Pelangi dan Sang Pemimpi, Andrea membawa kita dalam konflik budaya yang kemudian terjadi berbagai negosiasi cerdas. Dalam Edensor bentuk negosiasi ini cukup menarik, yaitu dengan menjadikan pertentangan budaya itu dalam bentuk paradoks paradoks yang menggelitik.
Taruhlah ungkapan Andrea ttg. Kehidupan Mahasiswa Cerdas di Sorbonne yang disebutnya sebagai paradoks kedua: . " Sering aku merasa heran. Kawan kawanku The Brits, Yankee, kelompok Jerman, dan Belanda adalah para pub crawlwr kawakan. Mereka senang bermabuk mabukan. Tak jarang mereka mabuk mulai jum'at sore dan baru sadar senin pagi.Sebagian hidup mereka seperti bohemian, mengaitkan anting di hidung, mencandu drugs, musik trash metal, beriorientasi seks ganjil, dan tak pernah terlihat tekun belajar, namun mereka sangat unggul di kelas. Aku yang hidup sesuai dengan tuntutan dasa darma pramuka, taat pada perintah orang tua, selalu belajar dengan giat dan tak lupa minum susu, jarang dapat melebihi nilai mereka"
Dan juga di sana sini terjadi sentilan sentilan untuk negeri asal seperti cerita tentang pejabat Indonesia yang dilihatnya ada di Brussel, markas besar Uni Eropa, dengan muka rendah diri..'pasti urusan hutang' katanya. Tak kalah lucu cerita tentang tradisi 'sok wah' para pejabat yang mau meminta utang itu, katanya pejabat Indonesia datang ke pertemuan pembahasan utang itu dengan menyewa lomosin di Prancis sana, sedangkan orang orang jepang yang mau ngurus utang datang dengan hanya naik bis.( Ha..ha..ha. inilah kita..)
Membaca petualangan Ikal dan Arai keliling eropa dan afrika mengingatkan kita denga Novel 'SI Roy' nya Gola Gong dulu. Sepertinya khusus untuk Edensor kalau ada acara bedah buku, perlu datangkan Gola Gong sebagai pembanding atau second opinion.
Petualangan yang lagi lagi khas sebagai orang Indonesia yang berpetualang, dan lagi lagi motivasi petualangannya adalah karena Mimpi mimpi masa kecil ketika ingin menaklukkan sebagain muka bumi dan juga 'cinta sejati' si Ikal, demi menemukan A Ling yang terus dia cari. Dia aduk aduk dari pedalaman Skandinavia, Balkan sampai Pedalaman Zaire. Bayangkan gimana tersanjungnya A Ling dengan perjuangan laki laki ' bodoh' tapi ngagenin ini ha ha ha.
Terus Katya siapa ? Siapa Aqil Barraq Badruddin ? Bagaimana Ikal dan Arai membiayai perjalanan mereka ? Atau terus Edensor itu akan muncul dimana...? Yah baca saja yah, gak seru kalau diceritakan detail.
Yang jelas kali ini aku bisa baca edensor berulang ulang sampe puas, karena bukan seperti ketika baca Laskar Pelangi yang tak tamatkan di Gramedia, karena waktu itu lagi pengen baca buku tanpa harus beli (sekitar seminggu bolak balik ke gramedia..he...he..), atau Sang Pemimpi yang waktu itu mahal banget rasanya yang namanya konsentrasi.
Akhirnya, makasih Andrea..., Laskar Pelangi, Sang Pemimpi dan Edensor....sudah jadi latar belakang cerita hidupku.
Ada petuah ibu Muslimah yang dikutip Ikal di Edensor ini lagi, "Kalau ingin pintar, Bacalah Al Qur'an, Bersekolahlah , dan Berkelanalah......"
Barangkali karena memang novel yg satu ini dimaksudkan sebagai mozaik, awalnya masing2 bab terasa lepas satu sama lain. Cerita-cerita lepas ini baru terasa utuh ketika sudah mendekati akhir.
Ada beberapa keanehan yang, kalau mau diteliti, bisa jadi mengganggu. Cerita tentang terpaksa semalaman di luar saat hujan salju di hari pertama mereka di Brugge misalnya. Memang kesalahan administrasi seperti itu bisa terjadi, memang benar kalau orang2 di sana jauh lebih individualistis. Tapi tetap saja.... masa sih ada Mr van der Wall yang sampai segitunya. Masa sih mereka ngga mampu menemukan jalan balik ke stasiun atau menemukan penginapan. Brugge itu sangat kecil, desa turis dan tempat tujuan wisata terkenal. Mungkin yg dipentingkan di sini memang momen kecerdasan Arai yg menggunakan humus utk menyelamatkan Ikal. Tapi mbok ya dipilih lokasi lain yg lebih terisolir gitu lho, biar lebih masuk akal.
Awalnya saya kira lokasi Brugge dipilih krn si pengarang akan mengeksplorasi suasananya (karena memang Brugge ini medieval village yg benar2 indah). Tapi ternyata tidak. Malah jadi aneh rasanya, kenapa mereka diberi akomodasi di Brugge yg jaraknya hampir 100 km dr Brussel, lokasi “supervisi” pertama mereka. Utk ukuran Eropa, jarak tempuh 1 jam lebih berkereta ini sangat jauh, padahal pasti ada banyak akomodasi lain yg bisa disewakan utk seminggu di sekitar atau di Brussel sendiri.
Beberapa lokasi lain yang disebutkan dalam novel ini juga kurang akurat. Tapi ya sudahlah. Mungkin memang sebaiknya novel ini dinikmati saja alurnya, tanpa harus terlalu memusingkan detil-detil. Karena terlepas dari segala keanehan tersebut, kisah pencarian dan petualangan Ikal ini asyik sekali untuk diikuti. Menarik sekali ide menjadi manusia patung serupa pasangan putri duyung tersebut. Dengan asesoris dan pose yg diceritakan, bisa dibayangkan mereka akan benar2 mencuri perhatian penonton.
Andrea Hirata rasanya kurang banyak mengeksplorasi suasana2 yg diceritakan di novel ini. Mungkin karena terlalu banyak tempat dan kesan yg ingin disebutkan. Misalnya, bagaimana pembaca bisa ikut membayangkan keunikan Ponte Vechio dan ikut merasakan kenapa si tokoh sangat ingin tampil di jembatan tersebut. Di sisi lain, yg diceritakan si pengarang memberikan nuansa yg berbeda. Bahkan seandainya tempat2 tsb sudah pernah dikunjungi, membaca kisah Ikal seperti memandang semuanya dg kaca mata yg berbeda, seperti mengalami petualangan yg baru dan segar.
Suka banget dengan ide mencari A Ling sampai jauh ke Afrika, suka dengan ide “berupaya sekuat tenaga menemukan sesuatu, namun hasilnya nihil, maka sebenarnya kita telah menemukan apa yang kita cari dalam diri kita sendiri”. Suka dengan sindiran dan humor yg diselipkan di sana-sini. Suka dengan penutupnya yg manis, di mana Ikal tanpa sengaja menemukan Edensor, di tempat yg awalnya tidak bisa dia lihat keindahannya.
Karena, bagaimanapun juga, nikmat membaca novel ini, ya bintang 4 deh :)
"Bermimpilah, karena Tuhan akan memeluk mimpi-mimpi itu." -Arai (Edensor by Andrea Hirata)-
Dalam salah satu cuplikannya, Edensor bercerita tentang filosofi pencarian. Pencarian akan hal-hal yang paling kita inginkan dalam hidup ini dan pencarian akan diri kita sendiri, ketika kita berupaya sekuat tenaga menemukan sesuatu, dan pada titik akhir upaya itu hasilnya nihil, maka seharusnya kita telah menemukan apa yang kita cari dalam diri kita sendiri, yakni kenyataan, kenyataan yang harus dihadapi, sepahit apa pun keadaannya.
Ironis.
Baca buku ini malah membuat gw kembali mempertanyakan sejauh mana batas lo boleh terus mengikuti mimpi-mimpi lo. Padahal, bukankah Tuhan sendiri pun bilang bahwa Dia tidak akan merubah nasib suatu kaum melainkan kaum itu berusaha merubah nasibnya sendiri? Jadi dimanakah titik akhir dari segala ikhtiar, ketika lo mau gak mau harus menerima kenyataan itu sebagai takdir? Is there any kind of sign? A red light.. or something.. somewhere.. that tell you that it's time to stop? What if.. you misread it? What if.. that thing you've been after for all this time is just right around the corner? Just a few more steps away?
All in all, another great book under the tetralogy of Laskar Pelangi. Entertaining. Enlightening. Adventurous (ahh.. bikin tambah mupeng utk nge-backpack melihat dunia :p). Totally recommended.
He he he Saya sudah membacanya! Dan saya mau angkat empat jempol (maksimal yang saya punya.. he he he) buat Andrea "Ikal" Hirata!
Coba bayangkan, Setiap buku dari 3 buku dalam rangkaian empat bukunya ini (eh, kayaknya kita belom ada yang baca Maryamah Karpov sampai saat ini kan...) adalah buku-buku unik yang layak baca, dan asik pastinya.
Setiap buku yang saling berkaitan jalan ceritanya itu, ternyata juga bisa dinikmati sebagai "judul-judul mandiri" ha ha ha. Hebat menurut saya.
Ng, Edensor memuat hal-hal unik yang sangat manusiawi, yang pastinya bisa dialami oleh pejalan manapun di muka bumi ini. Tapi, setelah hal-hal " biasa" ini dicatat Andrea dengan caranya yang sangat "Andrea" itu, jadilah cerita yang bisa membuat kita terhibur, terharu dan berpikir sekaligus! Dan seperti biasa, buku ini jadi punya nilai lebih justru karena nggak bombastis!!!
Dari tiga buku Laskar Pelangi yang sudah terbit, buku inilah yang pertama kali saya beli dan baca. Mungkin karena yang pertama, saya memberikan nilai sempurna pada buku ini, ketimbang dua buku lainnya.
Masih bertema sama, kekuatan impian. Buku ini mengajak kita berani mengambil resiko mewujudkan mimpi-mimpi kita. Mungkin karena ini pertama kali yang saya baca, maka saya sempat bingung dengan kata edensor. Nama apakah itu gerangan. Namun karena ketidaktahuan itulah saya mengalami ekstate, ketika tahu ternyata edensor adalah sebuah desa di Inggris. Desa yang menginspirasi Andrea Hirata menuliskan semua kisahnya (saya kira seperti itu). Karena Edensor adalah pengganti cintanya yang dibawa pergi tokoh A Ling. Wanita manis dari masa kecilnya.
Dari tiga buku yang sudah terbit, saya masih menantikan hadirnya A Ling, untuk kembali mengisi hati Ikal yang kosong.
Perjalanan epik dengan 'pacing' yang bagus. Tidak terlalu ringkas. Tidak terlalu meleret. Terutama sekali coretan backpacking. Rumusan dalam bentuk bab-bab pendek di awal buku bagi mengaitkan Edensor dengan Sang Pemimpi sangat kena pada tempatnya. Kepelbagaian watak yang diperkenalkan secara terperinci memainkan peranan masing-masing. Semua watak relevan. Cuma saya rasa penulis seakan terkejar-kejar menjelang penghujung buku. Kisah di Sheffield tidak dirungkai secara mendalam. Boleh jadi memang disengajakan (melihat pada kejutan sewaktu ayat penamat). Tidak sabar hendak mengetahui kesudahan tetralogi indah ini.
Kali ini. Andrea bercerita akan penaklukan mereka dari Eropah ke Afrika. Mimpi yang selama ini tak pernah mereka fikir akan jadi nyata. Keberanian bermimpi, bulat tekad, dan mungkin saja pendek akal. Kerana orang yang terlalu panjang akal menimbang-tara semua perkara pasti tidak akan pernah menjayakan misi pengembaraan bunuh diri itu. Tanpa kajian yang mendalam, tanpa bekalan cukup, perancangan rapi, bukankah pendek akal sekali penaklukan mereka?
Akhirnya, saya lupa. Ini cuma fiksyen. Adunan khayal, dan imaginasi.
Aku terpesona dengan setiap bait bait yang dilontarkan oleh Andrea. Setiap bab (mozek) terasa begitu padat dan panjang walau isinya diterangkan pendek.
Kaya, ya itu perkataannya.
Watak watak dalam Edensor, Arai dan Ikal seolah hidup dan mengajak aku turut serta untuk mengembara. Seringkali aku tertanya tanya, adakah ini kisah benar? Adakah penulis betul betul mengalami pengalaman sebegini? Adakah Edensor itu wujud?
Aku berasa puas setiap kali menyelak halaman Edensor. Terlalu banyak perkara yang membuatkan minda aku menerawang dan mengajak diriku berfikir di luar kotak otakku.
Pengalaman mengembara dari sebuah ke sebuah negara buatkan diri ini berkobar kobar jika diberi peluang untuk merantau. Sungguh aku mahu mengenal erti hidup, sungguh aku mahu mengerti kewujudanku di muka bumi ini.
Bak kata Ikal, aku ingin hidup!
Satu satunya bab yang paling menyentuh hati aku ialah saat Arai dan Ikal berada di Tunisia. Entah mengapa, aku berasa sangat sebak bercampur kagum apabila membayangkan umat Islam dari seluruh pelosok dunia berkumpul di masjid untuk menyembah Tuhan yang Satu, Allah SWT.
Perkara itu mengingatkan aku bahawa manusia semuanya sama, tak kira fizikal, keturunan, atau negara yang berlainan sekalipun, kita semua ialah makhluk Tuhan, hamba Allah dan insan yang kerdil di dunia ini walau berpuluh ribu kilometer kita mengembara.
Ini buku pertama Andrea Hirata yang aku baca, hasil pemberian rakanku beberapa tahun lalu. Tidak aku menyesal sekalipun membaca karya ini, lantas membuatku semakin teruja untuk membaca semua Tetralogi Laskar Pelangi, bermula dengan buku pertamanya itu.
Karya Andrea ketiga yang saya baca ini semakin mengukuhkan saya, bahwa Andrea adalah seorang pencerita yang baik. Ia menceritakan suatu pengalaman dengan gagasan yang penuh semangat dan menggiring pada hal-hal yang bersifat baik, seperti bermimpi, meraih mimpi, menaklukan mimpi hingga melampaui mimpi. Sehingga plot yang ia bangun tidak memperlihatkan kesengsaraan yang dialami tokoh dalam ceritanya saat sedang sengsara, namun hanya sedang menuju mimpinya, sedang mewujudkan mimpinya.
Membaca Edensor membuat saya menemukan semacam sebuah paradoks antara bersyukur dengan pemaknaan hidup yang realistis dan ambisi dalam mewujudkan mimpi. Di satu sisi hidup mesti bersyukur untuk tahu bahwa kita bukan manusia yang begitu malang, di sisi yang lain ada daya yang menggerakkan untuk kita tak sepatutnya hidup malang. Kegigihan Ikal & Arai sebagai tokoh sangat kuat karakternya mempengaruhi emosi pembaca. Saya tidak menemukan Andrea yang lihai mendeskripsikan suatu bentuk ruang pada ceritanya di novel ini, tapi saya menemukan Andrea yang membangun sebuah citra (dengan pemilihan diksinya) kegigihan & semngat pantang menyerah. Ia sangat fokus pada tokohnya disetiap mozaik.
Pertemuan Ikal dengan orang-orang yang menginspirasinya dulu digambarkan Andrea sebagai kepingan mozaik yang sedang dikumpulkannya, yang padahal juga tak sengaja & tak ada rencana untuk menemukan mozaik. Saya tertarik pada kedua tokoh utama Edensor, bagaimana mereka meyakini suatu ikatan yang mengikatnya tapi juga memecutnya untuk senantiasa semangat; cinta. Cinta mereka terhadap gadis-gadisnya, cinta mereka pada Islam, cinta mereka pada kenangan di Belitong, & pada keluarga mereka.
4/5 untuk serial ketiga Laskar Pelangi karena membuat saya kembali membuka lembaran diri saya tentang berpetualang, tentang petualangan yang seringkali gagal karena pertimbangan ini-itu.
This is one of my favorite book from Andrea Hirata. Why? It liven up my childhood dream to gain Master Degree abroad. Especially Paris. I'm falling in love with Paris since I was in Junior High School. Read this book can make me not just travel around Paris, but also France, Europe, Germany, Russia until Africa. I can travel there with my imagination hahaha.
This book is telling us about the power of hope, 2 boys from Belitong, a remote area in Indonesia can reach their dream visited Olovyannaya and traveled around the world. Something that sounds impossible. With their hard work, firmness, perseverance, smart to find every opportunities, not ashamed of being less fortunate and believe in God's help for the one who still moves to fight for his/her dreams.. THEY PROVED THAT THEY MAKE IT.
For someone who is struggling in this life (me too wkwk), this book is a good kind of self-help, motivate yourself whenever condition is seems impossible or hard to pass. Go take a cup of tea or coffee and enjoy your adventure to travel around the world with Ikal and Arai! :)
Aku ingin ke tempat-tempat yang jauh, menjumpai beragam bahasa dan orang-orang asing." Cukilan dari novel Edensor ini tidak lain merupakan luapan keinginan salah seorang tokoh bernama Arai yang akhirnya bisa terlaksana ketika dia bersekolah di luar negeri. Cerita dalam buku ini tidak lain merupakan pengalaman pribadi yang diangkat oleh sang penulis, Andrea Hirata ketika menuntut ilmu di Universite de Paris, Sorbonne, Perancis. Novel Edensor yang akan terbit sebulan lagi ini merupakan buku ketiga dari tertralogi novelnya, yaitu Laskar Pelangi, Sang Pemimpi, Edensor, dan Maryamah Karpov.
Keempat novel ini merupakan satu rangkaian cerita yang dimulai dari cerita mengenai sekumpulan anak yang tinggal di salah satu daerah kaya timah di Indonesia, yaitu Bangka Belitung atau Belitong dalam penyebutan masyarakat setempat. Mereka miskin secara ekonomi dan pendidikan.
Akan tetapi, di tengah minimnya fasilitas, mereka memiliki semangat yang luar biasa. Anak-anak ini ternyata mampu menunjukkan prestasinya dengan salah seorang di antaranya menjadi anggota DPRD. Dua tokoh yang masih berlanjut diceritakan dalam buku kedua ialah Ikal dan Arai. Kedua tokoh ini sangat ingin berpetualang di luar negeri. Suatu hal yang secara lebih mendalam dikupas di buku ketiga, yaitu Edensor.
Dalam Edensor, disematkan unsur filosofi yang merupakan jawaban dari pertanyaan kehidupan. Kehidupan seolah digambarkan sebagai sebuah mozaik, terdiri dari kepingan-kepingan semangat yang tidak putus oleh rintangan. Tokoh-tokoh dalam Edensor merupakan cermin pemahaman Andrea Hirata mengenai karakter orang dari berbagai negara.
Stanfield, seorang perempuan Inggris yang digambarkan sangat bangga dengan latar belakang budayanya. Meskipun demikian, ia sering mengeliarkan ide-ide kreatif dan memberikan terobosan ide-ide baru. Virginia Townsend, perempuan Amerika Serikat yang cenderung ofensif di kelas dan memiliki kecendrungan untuk mencari aliansi. Ia berusaha mencari pendukung idenya.
Selain itu, ada pula Manooj, seorang India yang merupakan gambaran negara dunia ketiga yang harus berupaya keras mengejar ketertinggalannya dari mahasiswa negara maju.
"Sebenarnya dalam novel ini ada pula gambaran gegar budaya yang saya rasakan ketika menuntut ilmu di Perancis. Saya yang seorang mayoritas, mendadak menjadi minoritas dalam segala hal, seperti agama, etnis, maupun pendidikan," kata Andrea, usai bedah bukunya di Fakultas Sastra Universitas Diponegoro, awal pekan lalu.
Terlepas dari hal ini, Andrea mengatakan ada daya tarik yang ingin dimunculkannya, yaitu karya sastra yang mampu membahasakan persoalan keilmuan dengan bahasa yang menarik dan hidup.
Novel yang sangat menakjubkan, mengharukan, nan penuh makna. Kita akan dibuat terkesima ketika membacanya. Novel Edensor adalah novel ketiga dari tetralogi Laskar Pelangi. Sungguh novel yang benar-benar mampu menghipnotis pembacanya lewat kata-kata sainstik ala Andrea Hirata. Menjelaskan kepada pembaca bahwa, sekecil apapun mimpi kita dimasa lalu itu merupakan energi luar biasa untuk menggapai masa depan. Seperti kata-kata mutiara Arai “Bermimpilah, karena Tuhan akan memeluk mimpi-mimpi itu.” Dalam novel ini pengarang mencoba merampungkan lamunan cita-cita yang pernah ia torehkan semasa kecil dulu lewat dua tokoh Ikal dan Arai. Novel ini mengisahkan seorang pemuda kampung bersama teman yang juga sepupunya dengan segala keterbatasan mampu mewujudkan mimpi menjelajahi berbagai kota di dunia. Ikal dikisahkan sebagai seorang pemuda yang memiliki semangat menggebu, mimpi yang yakin tergapai, dan keluguan. Sampai-sampai membandingkan Adam Smith dengan Roma Irama. Sedangkan Arai dikisahkan sebagai pemuda yang tangguh, terkesan santai, tapi diam-diam punya pemikiran yang meletup tak terduga-duga. Awal kisahnya ketika Ikal dan Arai mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan studi Masternya di Universite de Paris Sorbone, Prancis. Kemudian barbagai perjuangan telah dilampauinya. Berbagai pernak-pernik kuliahan dikisahkan. Hingga kemudian petualangan menakjubkan menjelajahi berbagai kota diberbagai negara di Eropa dan Afrika. Novel ini memiliki alur maju. Andrea dengan runtut dapat mengisahkan bagaimana Ikal dan Arai yang hanya dua orang pemuda kampung mampu melakukan penaklukan-penaklukan besar. Novel ini menyuguhkan kepada pembaca, salah satu bentuk mozaik pengalaman dari seorang Andrea Hirata. Dengan gaya orang akuan Andrea bercerita. Sulit dicerna, namun konsisten. Karena kisah-kisah di dalamnya merupakan simpul-simpul kejadian yang pernah Ia alami sendiri. Selain itu, dalam novel ini kita dapat melihat bagaimana seorang Andrea Hirata yang kampiun dalam bermetafora, kata-kata bijak dan akhir tiap mozaik yang mengejutkan dan tidak meninggalkan ironi dan satire yang sungguh akan membuat kita terpingkal-pingkal. Membaca novel ini banyak manfaatnya. Selain syarat dengan pengetahuan dan pengalaman juga sebagai pendobrak motivasi. Novel ini seperti motivator ulung yang tiada bosan memberi motivasi dengan memadukan sastra, sains, fisika, kimia, biologi dan astronomi tentunya. Edensor benar-benar menggugah imajinasi, membawa khayal menembus batas mimpi!
Edensor, novel ketiga dari Andrea Hirata, penulis yang mencipta fenomena baru di Indonesia selepas Habiburahhman dengan Ayat-Ayat Cinta. Di dalam Edensor, di perincikan perjalanan dua manusia tegar-Ikal & Arai-ke wilayah yang penuh dengan pancasila ilmu tinggi, Sorbonne,Perancis. Dua insan ini bersatu dan membentuk gugusan baru setelah melalui tempoh perit mengejar mimpi seperti yang di tulis di dalam novel Sang Pemimpi. Pengalaman Ikal dan Arai yang terpaksa berdepan dengan kejutan budaya dan pertembungan budaya yang pelbagai dalam satu matlamat yang sama. Perjalanan mereka di selangi dengan pelbagai sifat manusia yang kadang-kala aneh dan menakutkan dan kadangnya melucukan. Impian untuk menjejak bumi Afrika dan misi mencari A Ling terhampar dan kemas di pacukan mereka berdua walau akhirnya hanya tinggal Ikal keseorangan setelah Arai mengalami masalah kesihatan dan terpaksa kembali ke Belitong. Novel tulisan Herriot pemberian A Ling yang di baca Ikal berulang kali dan menemukan beliau dengan daerah Edensor pada takat khayalan akhirnya di jelmakan secara nyata dan daerah yang penuh dengan keindahan itu benar-benar wujud
Buku ini sedikit lebih "berdaging" dibandingkan Sang Pemimpi. Saya paham betul dengan semangat tetralogi ini yang ingin memberikan motivasi. Tapi ada detil2 yang kurang meyakinkan. Seperti kejadian harus terlunta-lunta di luar, suhu minus 15 derajat, hingga harus gunakan humus untuk bertahan hidup. Kalo ini kejadiannya di Norway mungkin aku percaya, karena minus 15 derajat sering terjadi di musim dingin. Tapi kalo di Belanda, rasa2nya agak berlebihan. Kalo memang terjadi begitu, di norway datang saja ke stasiun atau gas station, gak usah sampai dramatis begitu. Apa emang begitu ya di Belanda?
Trus mengenai karakter2 dalam kelasnya, tampak sekali stereotipnya. Mungkin sang penulis dalam hal ini atau penggambaran pengalaman luar negeri secara umum terjebak dalam sudut pandang "indonesia" yang diterapkan pada karakter2 asing yang dilihatnya. Ini memang tidak terhindarkan, tapi kalau diimbangi dengan detil2 yang personal dari karakter tersebut - detil yang tidak stereotipikal kebangsaan - mungkin karakternya jadi lebih utuh dan believable.
The best among four.. hampir hilang kata2 bila baca bermula dari helaian pertama hingga perkataan terakhir..
this book wake you up.. and strongly recommended..jangan risau kalau tak faham..sebab andrea hirata sangat universal.. dan genius..
"Berkelana tidak hanya telah membawaku ke tempat-tempat yang spektakuler sehingga aku terpaku, tak pula hanya memberiku tantangan ganas yang menghadapkanku pada keputusan hitam putih, sehingga aku memahami manusia seperti apa aku ini."
“Bermimpilah, karena Tuhan akan memeluk mimpi-mimpi itu.”
" Aku ingin berkelana, menemukan arahku dengan membaca bintang gemintang. Aku ingin mengarungi padang dan gurun-gurun, ingin melepuh terbakar matahari, limbung dihantam angin, dan menciut dicengkeram dingin. Aku ingin kehidupan yang menggetarkan, penuh dengan penaklukan. Aku ingin hidup! Ingin merasakan sari pati hidup!"
lepas baca, perasaannya - walau apa pun yang terjadi, yang akan terjadi..silakan terjadi.. ~
seperti serial pendahulunya, Edensor ini menurut saya miskin konflik. Semuanya terkesan sekadar perkenalan dan cerita perjalanan dengan lika-likunya yang memang harus begitu.
Tapi inilah kekuatan buku ini yang berhasil menggerakkan tangan dan hati saya sampai tidak menyisakan bintang kosong di rating!
Berapa banyak penulis dengan ide cerita yang brilian tapi pembaca harus bertahan dengan "penyiksaan" di bagian perkenalan? biasanya bagian perkenalan (sejauh novel2 yang saya baca) cenderung serba salah: terlalu panjang membosankan, terlalu pendek karakternya kurang kuat.
Cerita tentang masa-masa manis kecutnya kuliah, mulai dari kelabakannya Ikal dalam pelajaran, sampai godaan perempuan Jerman yang juga sahabatnya yang jenius dan anggun.
Diantara semua novel Laskar Pelangi, Edensor meraih urutan nomor 1 favorit disusul Sang Pemimpi, Laskar Pelangi, dan terkahir Maryamah Karpov. Gaya bahasanya itu boi, dan tentu saja... lawakannya!
Buku ketiga Andrea berkisah tentang petualangan Ikal dan Arai di Eropa.Edensor adalah daerah yang tertulis di surat cinta dari A Ling, wanita yang selalu dicintainya yang tanpa disangka-sangka ditemukan Ikal. Perjalanan mereka sendiri cukup berat, dengan berbagai cobaan dan rintangan yang dihadapi bahkan maut pun hampir menghampiri. Semuanya bersumber dari keterbatasan uang namun keinginan yang kuat ingin menjelajahi Eropa mengalahkan semuanya. Saya suka sekali membaca petualangan mereka, sedih namun juga lucu dan yang pasti menginspiras untuk tidak menyerah mengejar mimpi.
sebagai referensi untuk yang mau tau kehidupan mahasiswa Indonesia di luar negeri, buku ini sedikit banyak berhasil menggambarkan hal tersebut [kalo ada yg beda nanti gw revised review ini setelah ngerasain sendiri]... tapi soal idealisme mengejar mimpi..hhmm... berhasil menggambarkan betapa tipisnya antara persistent sama naive... untuk ending nya...walaupun digambarkan sebagai mimpi yang tercapai tapi terkesan kosong..karena membuat saya lalu bertanya "so what..?" apa setelah itu ikal siap meninggalkan dunia karena sudah menemukan edensornya???????
Speechless dengan Andrea. Entah apa yang terjadi, tapi ketika membaca bab-bab akhir saat ia berkeliling dunia itu, saya tak bisa lepas. Penasaran apa yang akan terjadi selanjutnya. Dikala saya terus membaca novel-novel lain hanya karena berharap semua menjadi sesuatu yang lebih dan mencapai endingnya; Edensor ini membuat saya tak ingin menyelesaikan endingnya karena hampir tak terasa ternyata ini semua sudah halaman akhir dari novel tersebut. Baguslah!
“...Karena jika kita berupaya sekuat tenaga menemukan sesuatu, dan pada titik akhir upaya itu hasilnya masih nihil, maka sebenarnya kita telah menemukan apa yang kita cari dalam diri kita sendiri, yakni kenyataan, kenyataan yang harus dihadapi, sepahit apa pun keadaannya... (hal 268).”
Bang Ikal, kalimat ini benar2 membuatku tersentak :D wuaaaaaaa.....
sebenarnya baca ini, karena buku ini salah satu national best-seller. Tapi, personal saya tidak menemukan sesuatu yang greget, malah menurut saya fokusnya jadi kemana-mana. Dia ke Eropa itu karena mengejar mimpi atau mau mengejar si A Ling ;) Satu-satunya yang saya suka (tetep masih ada yang saya suka) adalah kata-kata di awal buku, sangat puitis dan bergairah.