What do you think?
Rate this book
298 pages, Paperback
First published October 15, 2016
"Kita bahasnya pakai bahasa Korea, ya."
Aku mengacungkan jempol. "Gampang."
"Kalau ada kesempatan kedua, apa kamu bakal coba lagi?"
Arka mengangkat bahunya.
"Kayak kata mbak-mbak operator," lanjutku. Kemudian aku melanjutkan dengan suara datar, "'Cobalah beberapa saat lagi'."
Arka tertawa dan menggeleng. "Itu cuma buat kamu."
"Oh? Kalau Aisya apa?"
Arka berpikir sebentar. "Kalau Aisya itu 'pulsa Anda tidak cukup untuk melakukan panggilan'," jawabnya.
Aku tertawa. "Kenapa?"
"Soalnya, saya enggak bisa nyoba lagi. Aisya terlanjur menutup diri dan saya menjauh," jawab Arka. "Kalau mau coba, saya harus beli pulsa -nyiapin mental dulu."
"Dan, kamu enggak mau beli pulsa?" tanyaku.
Arka berpikir sebentar kemudian menggeleng. "saya mau beli pulsa. Tapi untuk sekarang, bukan nomor Aisya yang mau saya hubungi."
Aku kemudian mendapat ide untuk mencoba bercanda seperti anak-anak lainnya. Tidak ada salahnya, kan?
"Yah, padahal kalau lama kan, gue bisa nebeng lo dengan alasan udah kesorean," keluhku, pura-pura menyesal.
Rio tertawa. "Modus."
"Kalau udah tahu dimodusin, diem aja." Aku mengulang ucapannya tadi.
Masih sambil tertawa, Rio berkata, "Siap, Bu Guru."
Arka mengangguk lalu nyengir. "Kamu sampai hafal gitu ya," katanya. "Tapi jangan nganggep kamu keren dulu. Saya juga hafal, kok," lanjutnya sambil tertawa.
Aku tertawa. "Kalau kamu suka bagian yang mana?"
"Bagian akhir. 'It is a far, far better thing that I do, than I have ever done; it is a far, far better rest that I go to than I have ever known.'"
Sesuatu yang hangat menjalar di tubuhku ketika Arka melafalkan salah satu bagian dari A Tale of Two Cities. Seperti yang sudah pernah kubilang, ada sesuatu dari cara Arka membaca yang enak untuk didengar.