Error Pop-Up - Close Button Sorry, you must be a member of the group to do that. Join this group.

Anggun Prameswari's Blog

November 1, 2018

Roman Depresi itu Berjudul #HushLittleBaby


Bagaimana aku tahu caranya jadi ibu, tanpa ada Ibu di sini, Bu? Bagaimana? (#NovelHushLittleBaby, hal.64)

Semua orang dilahirkan dari rahim ibu, kemudian dibesarkan oleh sosok ibu hingga akhirnya dewasa. Namun, bagi sebagian orang, sosok ibu ini menjadi terasa rumit, sebab ibu tidak semata beliau yang mengandung dan melahirkan. Ada banyak dimensi kehidupan, yang menjadikan seseorang ibu atau bukan ibu. Begitulah setidaknya yang kurasakan saat tebersit ide menulis #NovelHushLittleBaby ini.
Sejujurnya, aku harus berterima kasih kepada pengalaman hidupku sendiri, yang membuatku ingin menulis novel ini. Aku sedang hamil 7 bulan, ketika mendapat kabar bahwa ibuku berpulang ke Rahmatullah. Buyar sudah semua gambaran yang kubangun di kepala sejak usia kehamilan muda. Tentang bagaimana ibu menemaniku mempersiapkan persalinan. Bagaimana beliau nanti membantuku menguatkan diri saat mengejan di ruang persalinan. Bagaimana repotnya malam-malam panjang saat kami berjibaku dengan tangis bayi, popok kotor, dan ASI yang merembes di baju menyusui. Bagaimana kami tertawa bersama mengenang masa kecilku yang ternyata tak jauh beda, atau mungkin malah berbeda jauh dengan si jabang bayi ini kelak. Harapan yang sudah mengembang besar bak balon, seperti ditusuk jarum, meletus tiba-tiba dan menyisakan rasa syok luar biasa. Aku bingung. Aku takut. Aku bodoh. Tahu apa aku tentang menjadi ibu? Siapa yang nanti mengajariku caranya menjadi ibu?
Setiap perempuan itu ibu, mau hamil atau tidak, mau melahirkan normal atau sesar. Kita semua ibu, Sayang. (#NovelHushLittleBaby, hal.57)
Ketika editor kesayanganku, Jia Effendie menawarkan konsep menulis novel dengan genre domestic noir, aku menyambutnya dengan masih membawa perasaan kuat tadi. Lalu, dengan bantuan Jia dan buku-buku yang disodorkannya kepadaku, aku mulai membangun plot #NovelHushLittleBaby. Jujur, ini kali pertama aku belajar membangun plot dengan nuansa thriller domestic noir, tidak semata romance murni yang sendu mendayu.
Apa sih genre domestic noir itu? Simak gambaran singkatnya di sini ya.
#NovelHushLittleBaby berkisah tentang Ruby, ibu muda yang mengalami depresi pascamelahirkan. Semua orang berkata dia beruntung karena dipersunting oleh Rajata, seorang konglomerat media. Dari pernikahan itu, mereka dikaruniai seorang bayi perempuan bernama Gendhis. Walau hubungan Ruby dan ibu mertuanya, Bunda Alana tidak berjalan mulus, dia selalu mendapat dukungan penuh dari pengasuhnya sejak kecil, Bibi Ka. Seharusnya, hidup Ruby baik-baik saja. Namun, tidak begitu menurut Ruby. Ada penggalan dalam masa lalu Ruby yang membuatnya tertekan. Masa lalu kelam ini berkaitan erat dengan sosok ibu kandung yang absen dalam hidupnya; ada tapi tidak hadir, di sampingnya tapi tidak mendampingi. Karena ibulah, Ruby takut punya anak. Takut tak bisa menjadi ibu yang baik. Ketakutan itu begitu kuat, sampai-sampai menjerumuskannya ke dalam jurang depresi pascamelahirkan.
Lalu, tanyakan pada diri sendiri:Apakah kita sudah cukup mencintai ibu, sebagaimana dia mencintai kita? (#NovelHushLittleBaby, hal.326)
Tak ada alasan spesifik kenapa aku mengangkat topik depresi pascamelahirkan ke dalam #NovelHushLittleBaby. Seperti yang kusebutkan di awal, awal ide novel ini adalah kepergian ibuku. Namun, aku sangat bersyukur tak perlu mengalami fase baby blues syndrome, bahkan hingga ke tahap depresi pascamelahirkan. Pada perjalanan mencari banyak informasi mengenai kehamilan, persalinan, dan parenting, topik depresi pascamelahirkan ini cukup mencolok dan menarik perhatianku. Setelah berdiskusi dengan editor mengenai bangunan plotnya, aku merasa mantap untuk mulai menggarapnya.
Baca review beberapa orang mengenai #NovelHushLittleBaby di Goodreads atau di sini dan sini.
Untuk proses penulisannya sendiri, aku lupa-lupa ingat butuh waktu berapa lama. Beberapa bulan, kurasa. Namun, aku dibantu banyak orang. Selain editor, aku juga mendapat banyak masukan dari dokter yang juga pejuang depresi dan dokter spesialis kejiwaan, kemudian beberapa penyintas depresi melahirkan yang tergabung dalam support group khusus ibu-ibu dengan baby blues syndrome dan depresi pascamelahirkan. Menulis #NovelHushLittleBaby ini telah membuka mataku, bahwa menjadi ibu itu sungguhlah tidak mudah. Terlebih ketika diri sendiri menjadi musuh yang paling mematikan. Semoga banyak pembaca bisa menerima #NovelHushLittleBaby dengan baik, membaca kisahnya, dan mencernanya, sehingga setidaknya khalayak luas bisa lebih aware dengan kondisi ini. Syukur-syukur kalau bisa membantu menguatkan ibu-ibu dengan depresi pascamelahirkan, agar lebih tegar, merasa diterima, serta cukup dicintai.
Mencari jawaban atas alasanmu mencintai seseorang adalah perjalanan seumur hidup. Karena cinta itu tumbuh dan berubah bentuk. Cinta itu hidup, oleh karenanya menjadi dinamis. (#NovelHushLittleBaby, hal.259)

Klik dan beli #NovelHushLittleBaby di beberapa toko buku online berikut:
GRAMEDIA - MIZANSTORE - BUKABUKUDOTCOM

Juga di banyak toko buku fisik dan online lainnya. Jangan lupa beli buku yang asli yaaa...

Jangan biarkan masa lalu menghancurkan kehidupanmu sekarang, juga masa depanmu. (#NovelHushLittleBaby, hal.17)
Judul                                    : Hush Little Baby
Penulis                                 : Anggun Prameswari
Penyunting                           : Jia Effendie
Penyelaras aksara                : Nunung Wiyati
Penata letak                         : CDDC
Desain sampul                     : Ajay Ahdiyat
Penerbit                                : Noura Books
Terbit                                    : Maret 2018
Tebal                                    : 340 hlm.
Sinopsis:
Jangan menangis, Nak.
Ruby memiliki segalanya. Rajata, suami penuh cinta dan kaya raya. Gendhis, bayi cantik pelengkap kebahagiaan mereka. Kehidupan terasa begitu sempurna bagi Ruby, kecuali satu—masa lalunya.
Kamu boleh berbuat salah pada masa lalu, tetapi tidak pada masa depan.
Ruby hanya ingin bayinya tenang dan berhenti menangis. Namun, dia justru dianggap gila dan tak pantas merawat Gendhis. Padahal, satu-satunya yang gila adalah ibu kandungnya sendiri.
Aku butuh Ibu untuk mengajariku bagaimana caranya menjadi ibu.
Setelah Gendhis direnggut paksa darinya, tak ada lagi yang bisa Ruby percaya. Tidak juga Rajata suaminya, Bunda Alana mertunya, bahkan Bibi Ka pengasuhnya sejak kecil. Dia harus mendapatkan Gendhis kembali dan membuktikan dirinya mampu menjadi seorang ibu. Ruby terus menelusuri masa lalunya yang tak hanya kelam, tetapi juga merah berdarah. Dengan terus membisikkan satu pertanyaan.
Siapa yang dapat menentukan kadar seorang ibu lagi anaknya?

 •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on November 01, 2018 08:49

October 29, 2018

Novel #SecondChanceSeries #Revenge, Romantis dalam Balutan Fantasi Ringan

Orang yang beruntung adalah mereka yang punya kesempatan kedua. (Second Chance Series: Revenge, hal. 16)
Hasil gambar untuk second chance revenge anggun
Siapa sih di sini yang hatinya nggak pernah babak belur dihajar rasa patah hati? Apalagi kalau berhubungan dengan kisah percintaannya sendiri. Orang bilang berani jatuh cinta, harus berani juga sakit hati. Namun, kalau sekadar patah hati dan putus karena nggak cocok, mungkin rasa sakitnya lebih mudah dihadapi. Bisa lah pelan-pelan move on. Yang ngenes itu, kalau ternyata akar sakit hatinya karena dikhianati oleh sang kekasih. *jleb* Plus berkhianatnya sambil gandeng sahabat baik sendiri. *jleb-jleb-jleb* Kebayang kan gimana berlipat-lipatnya rasa perih itu di dada? Hayooo, siapa yang pernah mengalami itu, hayooo...
Selalu ada orang yang menyakiti hatimu. Kemarin. Sekarang. Besok. Nggak akan ada habisnya. Masalahnya, justru apa kamu yang akan membiarkan dirimu disakiti atau tidak. (Second Chance Series: Revenge, hal.96)
Berangkat dari situlah, tebersit ide untuk menulis cerita tentang perempuan yang patah hati, berjudul #Revenge.Inti cerita novel #Revenge ini sederhana; tentang seorang gadis bernama Eleandra Ghani, seorang penulis muda yang sedang naik daun, yang berjuang mengatasi rasa sakit hatinya, karena dikhianati kekasih dan sahabatnya sendiri. Rasanya kayak udah mau mati saja. Dan memang itulah yang terlintas di kepalanya, mengakhiri hidup. Namun, dia mendapat kesempatan kedua, di sebuah Kafe barang antik bernama Second Chance. Di sinilah, dia dihadapkan kepada pilihan, untuk merelakan kekasihnya atau membalas dendam. Pilihan apa pun yang Lea ambil, terbantu oleh sebuah benda ajaib yang "memanggil"-nya dari salah satu sudut tumpukan benda antik di kafe tersebut. Kira-kira benda apa itu? Lalu, apakah balas dendam Lea akan terwujud dengan sempurna?
Baca review beberapa orang mengenai Revenge di Goodreads atau di sinisini, dan sini.
“Keajaiban bekerja dengan cara misterius. Yang kita pikir kita bisa kendalikan, ternyata mengendalikan kita.” (Second Chance Series, hal.134)
Ini kerjasama pertamaku bersama Falcon Publishing, sekaligus project kedua untuk serial novel. Mbak Dyah Rinni selaku editor akuisisi untuk Falcon Publishing, sekitar akhir tahun 2016, mengajukan konsep novel serial bergenre romance dengan sentuhan light fantasy. Serialnya dinamai Second Chance the Series. Maksudnya serial novel di sini, bukan berarti novel bersambung, seperti trilogi atau saga, lho. Cerita-cerita yang ada di serial Second Chance bisa dibaca terpisah dan berdiri sendiri, walau semuanya memiliki benang merah yang sama, yaitu sebuah kafe antik bernama Second Chance Cafe yang dimiliki oleh seorang bapak tua. Selain itu, serial ini mengangkat tema kesempatan kedua yang didapatkan masing-masing tokohnya, melalui benda-benda antik misterius yang ditemukan di kafe tersebut. Melalui kesempatan kedua inilah, mereka mulai memperbaiki segala yang mereka anggap salah dalam hidupnya.
Baca wawancaraku dengan Mbak Dyah Rinni mengenai proses kreatif menulis Revenge di sini.
Ada tiga novel di serial Second Chance ini.  Ada Replace yang ditulis Arumi E dan Reverse yang ditulis Silvarani. Aku sendiri menulis Revenge pada serial ini. Revenge tetap bergenre romance dengan sentuhan light fantasy, seperti kedua novel lainnya. Namun, aku tetap membubuhkan nuansa kelam pada kisah di novel ini, seperti yang biasa ada pada novel-novelku. Ada kekecewaan, kemarahan, balas dendam, penyesalan, dan cinta yang pahit, layaknya kisah-kisah dalam dark romance yang kutulis. Nah, kira-kira-kira seperti apa ceritanya? Novelnya sudah tersedia di toko buku di sekitar kalian lho, atau bisa langsung klik di toko buku online kesayangan.
Selamat membaca!
Klik dan beli bukunya di sini:
Gramedia 
BukaBukudotCom 
BukuKitadotCom 
Juga di banyak toko buku online lainnya. Jangan lupa beli buku yang asli yaaa...
Judul                             : Second Chance Series: Revenge
Penulis                          : Anggun Prameswari
Penyunting                    : Dyah Rinni
Penyelaras aksara          : Jason Abdul
Penata sampul & isi      : Abdul M.
Fotografi                       : MadTone
Model                           : Salshabilla Adriani
Penerbit                         : PT Falcon
Terbit                            : Februari 2018
Tebal                             : 346 hlm.
SinopsisKekasihnya berselingkuh dengan sahabatnya sendiri. Kariernya sebagai penulis terancam gagal. Kenangan buruk masa lalu terus menghantuinya. Puncaknya, dia mengalami kecelakaan yang nyaris merenggut nyawa. Kehidupan dan hati Lea benar-benar hancur.
Suatu kali, di Kafe Second Chance, Lea menemukan kesempatan kedua dalam bentuk sebuah diari bergaya vintage. Dia mencurahkan semua perasaan dan keinginannya ke dalam diari tersebut. Bahkan diari itu menjadi sahabat terbaiknya. Tanpa Lea sangka, setiap tulisannya menjadi nyata. Keinginannya terwujud hanya dengan menuliskannya saja.
Lea pun memanfaatkan keajaiban itu. Ada balas dendam kepada kekasih dan sahabatnya yang harus dituntaskan. Ada masa lalu yang harus diperbaiki. Dan ada perasaan-perasaan yang mendesak segera tersampaikan. Lea tak bisa berhenti, meskipun diari itu menuntut harga yang harus dibayar. Berhasilkah Lea membalas patah hatinya? Akankah dia menerima penyesalan sang kekasih yang sudah berkhianat?
 •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on October 29, 2018 08:28

October 15, 2018

4 Detoks Simpel untuk #AksiSehatCeria

Ibu 1: Mom, kayaknya mukanya bersihan nih. Badannya juga kayaknya lebih segar .Ibu 2 : Ah, masa sih? *tersipu*Ibu 1 : Perawatan dokter atau pakai skin care baru?Ibu 2 : Lagi coba program detoks khusus nih...
Begitulah percakapan antara dua ibu-ibu tempo hari, yang tak sengaja kudengar saat membawa anakku jalan-jalan sore ke taman. Wah, program detoks? Apaan tuh ya?
Rear View of Woman With Arms Raised at Beach during SunsetSumber foto di sini
Tubuh dan pikiran sehat merupakan impian semua orang. Tubuh sehat bisa diraih dengan makan makanan sehat, berolahraga rutin, dan istirahat cukup. Pikiran sehat akan mudah terwujud bila kita hidup bebas stres dan bahagia. Namun, sering kali menerapkan gaya hidup ini sangatlah sulit. Padatnya aktivitas sehari-hari membuat keseimbangan antara tubuh dan pikiran seperti jauh panggang dari api. Nah, di sinilah peran detoks sangat penting. Kok bisa penting? Sepenting apa?
Detoks atau lengkapnya detoksifikasi, berasal dari gabungan kata de + toksifikasi. Simpelnya, detoksifikasi adalah proses meniadakan/mengeluarkan toksin atau racun yang ada di dalam tubuh. Bisa juga disebut "pembersihan". Gunanya agar badan lebih sehat, menurunkan potensi terkena penyakit degeneratif di kemudian hari, dan meningkatkan kualitas hidup. Jujur deh, kita pasti sering makan sembarangan, minim nutrisi, istirahat kurang, stres, terpapar polusi, ya kan? Kalau sudah begini, efek jangka panjang ke tubuh adalah kurang bugar, gampang sakit, bahkan bisa mempengaruhi suasana hati dan interaksi emosional. Nah, konon detoks bisa membantu mengatasi ini. Dengan detoks, fungsi tubuh "diarahkan" agar bisa kembali bekerja dengan baik.
Ada begitu banyak program detoks yang ada di sekitar kita. Mulai dari yang receh bin gampang, sampai yang rumit dan harus merogoh kocek dalam-dalam. Namun, berhubung aku suka yang praktis dan simpel, kepenginnya sih detoks yang gampang-gampang saja. Apa saja sih detoks simpel itu?
1. Full-day Fruit
Sliced Fruit Stallsumber foto di sini
Pernah coba nggak detoks hanya makan buah saja? Hah, apa itu? Memangnya bisa kenyang cuma dengan buah? Untuk pegiat pola hidup food combining, full-day fruit detox bukanlah hal baru. Yap, sesuai namanya, ini merupakan program detoks hanya memakan buah sehari penuh selama periode waktu tertentu. Biasanya diprogram 3-7 hari setahun sekali. Buah yang dikonsumsi harus buah yang matang pohon, kaya serat, dan mengandung banyak air. Buah dimakan setiap dua jam, antara pukul 6 pagi hingga 8 malam. Selingi dengan konsumsi air putih agar tidak dehidrasi. 
Assorted Fruits Stallsumber foto di sini
Untuk apa sih detoks buah ini? Kan nggak kenyang, malah menyiksa diri sendiri. Eits, jangan salah, detoks ini pada dasarnya sama dengan puasa. Sistem pencernaan diistirahatkan dari beban kerja mencerna makanan berat, agar tubuh bisa mendaur ulang sel-sel yang rusak. Namun, pada saat bersamaan, tubuh tetap mendapat asupan nutrisi dan vitamin dari buah, sehingga kebutuhan harian tetap bisa terpenuhi. 

Detoks ini dianjurkan lho, untuk mereka yang punya masalah pencernaan, bau mulut dan badan, mudah lelah, dan obesitas. Sayangnya, bagi ibu hamil dan menyusui, penderita mag kronis, balita, manula, serta penderita kanker dan DM stadium tinggi, detoks ini tidak disarankan.
2. No Make-up-make-up Club
assorted, blur, close-upsumber foto di sini
Siapa di sini yang percaya diri keluar rumah, jalan-jalan ke mal, tanpa pakai make-up, hayo? Setipis-tipisnya riasan, banyak di antara kita para wanita, tetap menggunakan riasan; walau cuma bedak dan lipstik saja. Ini perlahan jadi bentuk adiksi baru. Kulit kita selalu tertutup make up, membuat pori-porinya tersumbat. Biasanya kalau sudah begini, ujung-ujungnya kita dikepung masalah kulit; wajah kering dan kusam, garis penuaan dini, jerawat, iritasi, dan sebagainya. Begitu gejala ini muncul, kita makin panik. Bukannya membenahi, kita malah makin menutupinya dengan riasan yang bertambah tebal. Kondisi yang tadi disebutkan pun bertambah parah. Seperti lingkaran setan yang ra-uwis-uwis.
Photo of Woman Looking at the Mirrorsumber foto di sini
Oleh karena itu, kita perlu merawat dan mengistirahatkan kulit dari segala bahan kimia kosmetik tersebut. Ada beberapa tips yang bisa dicoba untuk detoks muka ini lho:
- Rajin membersihkan wajah dari riasan. Haduh, malas banget kan rasanya, pulang beraktivitas, badan capek, bawaannya sudah kepengin tidur saja. Eh ini, masih harus membersihkan wajah, dengan step-step yang runut, nggak bisa sekali beres. Suka nggak suka, ini harus dilakukan. 
- Stop pakai make up sementara. Setidaknya luangkan waktu, misalnya sehari penuh dalam seminggu atau sebulan di mana kulit kita benar-benar bebas dari riasan. Mungkin bisa diterapkan saat liburan atau tanggal merah. Dengan begini, kulit kita punya kesempatan untuk "bernapas".
3. Anti-social-(media)
Facebook Application Iconsumber foto di sini
Coba kita cek ponsel masing-masing, ada berapa sih aplikasi media sosial yang aktif kita gunakan? Facebook, Twitter, IG, Youtube, Line, Tinder, Linkedin, dan seterusnya. Berapa jam sehari yang kita habiskan untuk "bersosialisasi" dengan platform ini? Ada pepatah baru, menyebutkan "Media sosial mendekatkan yang jauh dan menjauhkan yang dekat." Medsos telah menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam hidup kita. Bahkan mungkin, benda pertama dan terakhir yang kita pakai sebelum dan setelah tidur adalah ponsel, untuk mengecek akun-akun medsos. Kehidupan dunia maya pun berbaur dengan kehidupan nyata, dengan garis batas yang terlalu tipis. Ini membuat sebagian pengguna medsos lalai dan kecanduan, sehingga tidak bisa lepas dari akun media sosialnya.
Nah, mungkin ada baiknya kalau kita mulai belajar detoks medsos. Caranya bisa dilakukan dengan beberapa tips sederhana berikut:
- Tentukan kapan waktu ponsel benar-benar off, misal pukul 10 malam sampai 6 pagi. Agar tetap bisa dihubungi kalau ada urusan urgen, aku hanya mematikan paket data dan wifi. Dengan begini, aku masih bisa dihubungi, walau tidak bisa terkoneksi untuk browsing dan membuka akun medsos.
- Disiplin untuk tidak multitasking dalam bekerja dan mengecek akun medsos setiap 30 menit sekali. Jadikan bermain medsos sebagai "reward" setelah fokus bekerja dan merampungkan target kerja tanpa terganggu dengan ponsel. Ini bisa dicapai dengan cara menyimpan ponsel jauh dari jangkauan, misalnya laci atau loker kerja yang terkunci di ruang lain.
Mungkin awalnya akan terasa kagok. Namun, detoks medsos ini bagus untuk melatih fokus, meningkatkan produktivitas, menurunkan level stres (terlebih setelah melihat akun mantan yang hepi-hepi sama pasangan barunya atau akun teman yang sibuk jalan-jalan ke tempat wisata). Selain itu, detoks ini juga membuat kita hidup lebih sadar, terlebih saat berinteraksi dengan orang-orang yang ada di dunia nyata di sekitar kita, seperti foto di bawah ini.
Group of People Sitting on White Mat on Grass Fieldsumber foto di sini

4. Blood for Your Life
Banyak yang mungkin tidak sadar, bahwa donor darah itu juga bentuk dari detoksifikasi. Selain manfaatnya untuk membantu suplai darah di PMI bagi mereka yang membutuhkan, donor darah juga bermanfaat bagi pendonornya. Apa saja sih, manfaat donor darah itu?
Person Getting His Blood Checksumber foto di sini
Donor darah bisa dianggap sebagai salah satu program detoks sebab tubuh distimulasi untuk meregenerasi sel darah merah. Sel-sel baru ini menggantikan sel lama yang telah diambil saat mendonorkan darah. 
Selain itu, donor darah bisa menunjang kesehatan jantung. Dengan mendonorkan darah, kadar zat besi dalam darah pun turun. Bila kadar ini terlalu tinggi, akan berakibat oksidasi kolesterol, yang berujung pada penebalan dinding arteri sehingga berpotensi menimbulkan stroke dan serangan jantung. 
Risiko kanker pada organ-organ penting, seperti hati, usus besar, paru-paru, kerongkongan pun lebih rendah bila rutin mendonorkan darah. Ini dikarenakan donor darah menjadi indikator inflamasi dan meningkatkan kapasitas antioksidan. 
Dan yang lebih asyik, kita bisa mendapat informasi kesehatan diri, misalnya berapa tekanan darah kita, suhu tubuh, hingga kadar hemoglobin. Selain itu, kita pun di-screening untuk mengetahui apakah ada penyakit mematikan di dalam tubuh kita, seperti Hepatitis B, Hepatitis C, HIV, Virus West Nile, Sipilis, sampai Trypanosoma cruzi.
Masih banyak lagi manfaat donor darah lho. Kita bisa membaca lebih lanjut, mengenai pentingnya donor darah di sini, nih. Selain itu, kita juga bisa mendapat lebih banyak pengetahuan mengenai dunia kesehatan di website DokterSehat . Dengan sekali klik, kita bisa mendapat informasi kesehatan tepercaya, dari ujung kepala hingga kaki, sehingga tidak gampang jadi korban hoaks mitos kesehatan yang tak bertanggung jawab. 
Singkat kata, kita perlu sesekali melakukan detoksifikasi. Proses detoks akan membantu tubuh kita membersihkan racun dan membuang hal-hal yang tidak berguna, sehingga keseimbangan tubuh dan pikiran yang sehat bisa diraih. Kira-kira dari keempat detoks simpel di atas, mana yang menjadi favoritmu?



Artikel ini ditulis untuk mengikuti #LombaBlogDokterSehat #AksiSehatCeria yang diadakan oleh DokterSehat.com 
lomba-blog-aksisehatceria-doktersehat
 •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on October 15, 2018 03:03

May 9, 2018

Hidup Lebih Sehat; Hadiah Terbaik untuk Diri Sendiri

Nggak terasa, bulan depan aku genap 33 tahun. Usia nomor cantik, kata orang, hehehe. Kalau menjelang ulang tahun begini, aku sering flashback ke beberapa titik penting dalam hidup. Banyak yang membahagiakan, tetapi nggak sedikit pula yang menyedihkan. Persis rollercoaster, naik turun wuzzz wuzzz... Mirip novel yang punya jalinan plot yang bisa diduga, bisa pula tidak.

Salah satu momen terendah dalam hidupku adalah saat Ibu meninggal. Saat itu, tahun 2016, aku hamil anak pertama di trimester ketiga. Cucu pertama yang dinanti-nanti Ibu. Serangan jantung, kata dokter yang menangani beliau di detik terakhirnya. Ya, penyakit degeneratif itu sudah lama diderita Ibu, bersanding dengan hipertensi menahun. Seketika itu juga, pikiran pertama yang terlintas di kepalaku, apa aku juga mewarisi penyakit yang sama?
Foto ini sekitar dua minggu sebelum ibuku berpulang, tepat selepas acara tujuh bulanan.
Selidik punya selidik, ternyata penyakit degeneratif sudah menjadi momok mengerikan di keluarga kami. Dari pihak Ibu, ada hantu bernama penyakit jantung, hipertensi, stroke, dan kanker yang membayangi. Sedangkan dari pihak ayah, ada sejarah kelam diabetes yang diturunkan dari generasi ke generasi. Aku bergidik. Bukan tidak mungkin ya, di dalam diriku ada bibit-bibit penyakit itu juga?
"Mama," panggil anakku yang masih batita. Wajah polosnya tersenyum, langsung membuatku tersentak. Demi anakku, aku harus hidup lebih baik, lebih sehat. 
Aku dan si kecil; motivasiku hidup lebih sehat
Seketika itu juga, aku ingin menghadiahi diriku di ulang tahun ke-33 ini, sebuah gaya hidup sehat, untuk hidup lebih baik. Demi keluargaku, demi anak-anakku, demi diri sendiri.
Orang bilang, satu tujuan besar diawali dengan serangkaian langkah kecil. Buatku, di tengah kesibukan sebagai pekerja lepas dan ibu rumah tangga, yang paling mudah, ya mengawalinya melalui pola makan. Logika dasarnya ya, semua penyakit degeneratif berbasis gaya hidup, sebagian besarnya berawal dari pola makan yang salah. Jadi, kuputuskan untuk memperbaikinya, dengan langkah-langkah kecil yang mudah, sekaligus murah. Ya, namanya juga emak-emak; faktor simpel dan ekonomis selalu jadi pertimbangan utama, ya kan, bukibuk?

Sarapan terbaik untuk mengawali hari
sumber foto di sini.
Setelah googling sana sini, aku baru tahu bahwa sarapan punya andil besar untuk kesehatan kita. Dan aku baru tahu juga, salah satu sarapan terbaik adalah dengan menu buah-buahan. Hah? Buah? Kenapa buah?Sederhananya, buah mengandung fruktosa, sehingga tak akan membuat gula darah melonjak tinggi di pagi hari. Buah yang disarankan matang pohon, berair, dan berserat. Beberapa contohnya pepaya, pear, jeruk, guava, strawberry, dan lainnya. Buah-buahan ini bisa dipotong atau dijus, lho. Misalnya buah pepaya dan pear potong, disandingkan dengan jus jeruk. Oya, sebisa mungkin tidak ditambahi apa-apa lagi, bahkan gula atau madu sekalipun. Memang sih, rasanya pasti ada yang kurang. Namun, seperti yang kita tahu, gula tidak bagus untuk kesehatan. Mengurangi, bahkan menghapusnya dari menu sarapan adalah pilihan terbaik.

Lebih banyak mengonsumsi sayuran segar atau minim proses
sumber foto di sini.
Sepertinya semua orang sudah tahu sayuran bagus untuk kesehatan ya. Sayuran segar lebih baik karena kandungan enzim, vitamin, dan mineral masih berlimpah. Sayangnya, kadang kita memasaknya dengan cara yang salah, sehingga sebagian besar nutrisinya hilang. Nah, biar lebih sehat, saya mengurangi proses pemanasan seperti deep fried atau goreng. Ditumis sebentar, dikukus tak terlalu lama, atau diblansir bisa jadi pilihan. Kalau mau lebih sehat ya dimakan ala lalapan atau salad dengan dressing bebas lemak. Tapi, jangan lupa dicuci dengan bersih di bawah air mengalir ya.

Mengurangi konsumsi gula
Sumber foto di sini.
Kenapa sih banyak yang bilang gula itu buruk? Gula adalah makanan tinggi kalori tanpa nutrisi (nutrisi kosong), sehingga bisa memicu obesitas. Selain itu, gula menyebabkan dehidrasi pada kulit. Bahkan bagi penderita kanker, gula bisa menjadi "makanan" untuk sel kanker sehingga semakin sulit diobati.Contoh makanan tinggi gula, antara lain: roti, pasta, minuman ringan dan minuman kemasan, selai, saus, kue, dan permen. Duh, padahal aku suka banget dengan roti dan pastry, sepertinya harus dikurangi pelan-pelan, nih.

Menjaga badan terhidrasi dengan baik
Sumber foto di sini.
Tubuh manusia terdiri air sebanyak 55% hingga 78%, tergantung dari ukuran badan dan usia. Oleh karenanya, cukup minum air putih sudah jadi kewajiban. Minimal 8 gelas sehari atau sekitar 2 liter, dipercaya cukup untuk menopang keseharian kita. Ada cara gampang untuk mengukurnya, kok. Aku biasa menerapkannya seperti ini: Satu gelas setelah bangun tidur dan sebelum tidur malam, masing-masing satu gelas setelah makan normal tiga kali sehari, dan tiga gelas sembari mengudap di sela waktu di antaranya. Bisa juga pakai botol ukur, misalnya botol minum plastik ukuran 1 liter yang diisi ulang 2 kali per hari. Gampang kan?

Camilan sehat bebas was-was.
Sumber foto di sini.
Siapa sih yang nggak suka ngemil? Keripik kentang tinggi garam, cokelat, dan es krim. Gorengan pakai rawit atau es doger, ya ampun enak banget. Namun, mungkin sekarang udah waktunya berubah haluan. Sesekali saja guilty pleasure seperti itu. Lalu selebihnya diganti camilan yang lebih sehat. Pilihannya bisa ubi rebus, kacang edamame, plain yoghurt, muesli, granola, kacang-kacangan panggang atau rebus, dan lainnya. Selain mengenyangkan, sehat juga pastinya. Berani coba kan?

Selain itu, masih banyak cara lain yang sama simpelnya untuk belajar hidup lebih sehat. Misalnya, follow akun-akun media sosial yang fokus membahas gaya hidup sehat. Salah satunya SEMBUTOPIA, yang merupakan akun layanan berbagi informasi untuk menginspirasi dan mengedukasi gaya hidup sehat, agar kita semua bisa punya kualitas hidup lebih baik. Dengan jargon, Mari Sembuhkan Indonesia, Sembutopia berdedikasi membuat Indonesia jauh lebih sehat. Kita bisa follow akun-akunnya lho, sekali klik di Twitter @sembutopia, IG @sembutopia, dan Facebook sembu.topia.

Nah, sederhana kan awalan untuk hidup lebih sehat. Lima langkah ini sederhana kok, yang rumit itu niatnya. Hehehe, ini dia hadiah ulang tahunku, untuk diri sendiri; hidup lebih baik, hidup lebih sehat. Kamu mau ikutan join juga?
 •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on May 09, 2018 23:41

April 30, 2018

Cari Hadiah Handmade Unik? Ke Qlapa yuk!



Aku menghela napas menatap kalender. Ada bulatan merah mencolok, mengitari sebuah tanggal di bulan April. Ya, tepat di bulan ini, suami dan anakku berulang tahun, hanya terpaut jarak 4 minggu.
"Kasih kado apa ya?" Aku makin bingung. Tanganku sendiri lincah berseluncur di beberapa akun online-shop atau online market place di ponsel.
"Penginnya sih, kasih kado yang spesial, unik, nggak pasaran, sekaligus nggak mengganggu kantong juga." 
Sering nggak sih kita semua mengalami hal ini? Memberi kado untuk orang yang kita sayangi, pada hari spesialnya, terkadang jadi pekerjaan rumah yang lumayan berat. Bagi kita, kado itu simbol kenang-kenangan dan tanda kasih. Ada cerita di baliknya. Oleh karenanya, tidak bisa asal tunjuk, asal klik, asal beli. Membeli kado untuk suami untuk hari ulang tahunnya, tidak cuma sekadar barang biasa; kita perlu memikirkan karakter pribadinya, kesukaannya, fungsi benda itu, kemampuan kantong kita untuk membelinya, dan terpenting, sejauh mana kado itu bisa menyentuh hatinya, membuatnya selalu ingat kepada perhatian kita. Ini pun berlaku kalau kita hendak membelikan kado ulang tahun anak, hadiah hari jadi pernikahan orang tua, bingkisan promosi pangkat untuk sahabat, atau surprise untuk kerabat yang baru launching bisnis baru. 
"Kayaknya, memberi kado barang handmade khas Indonesia, keren juga," pikirku sambil menggerakkan kursor ke Qlapadotcom. 
[image error]                   
Senyum lebar terkembang di wajahku. Banyak sekali barang-barang unik yang tersedia di Qlapa ini. Telah terbagi sesuai segmennya, wanita/pria/anak/rumah dan dekorasi, aku lebih mudah mencari barang buatan tangan berkualitas, dengan harga bersahabat untuk dijadikan kado. 
Keunggulan produk-produk yang dipasarkan di Qlapa adalah nilai handmade setiap produknya. Karena dibuat dengan tangan, setiap produknya unik dan eksklusif. Bernilai seni tersendiri, seakan jadi simbol bahwa si penerima kado adalah sosok spesial, yang unik dan eksklusif, sekaligus memiliki karakternya sendiri. Selain itu, Qlapa juga mendukung berkembangnya UKM kerajinan di Indonesia. Para pengrajin lokal jadi punya kesempatan bertransaksi dengan para pembeli, sehingga secara signifikan membantu industri ekonomi kreatif bangsa kita. Standar seleksi produk pun dijaga dengan baik, agar tidak mengecewakan pembeli dan menjaga reputasi pengrajin itu sendiri. 
[image error]
Nah, yang paling favorit dari Qlapa, ada Inspirasi Kado untuk Orang Terkasih. Di sini, editor Qlapa akan merangkum pilihan-pilihan produk terbaik untuk dijadikan kado. Bisa kado ulang tahun, kado pernikahan, kado hari jadi, atau kado apa pun yang spesial bagi orang-orang kesayangan kita. Kita jadi bisa punya gambaran, mau memberi benda unik apa yang pas, sesuai karakter si penerima kado dan jangkauan kantong kita. Misalnya nih, suamiku kan suka menulis. Jurnal kulit dengan tali yang bisa dikustomisasi, pas sekali untuk jadi kado, supaya setiap dia mencurahkan ide atau menulis hal-hal penting, dia ingat dengan istrinya ini. Kado hari jadi pernikahan orang tua, bisa dipilih sarung kulit paspor terkustomisasi gambar peta Indonesia, yang bisa dipakai saat bulan madu kesekian ke luar negeri atau ibadah umrah, agar mereka tetap ingat, ada keluarga menanti di rumah, di tanah air Indonesia. Atau untuk sepupu yang baru menikah, kado jam dinding couple dengan foto mereka pasti pas untuk dipajang di apartemen baru, sebagai pengingat waktu kebersamaan yang hangat dengan pasangan. Buat sahabat yang baru naik pangkat, ada banyak pilihan baju batik sekaligus aksesoris modis penunjang penampilan, agar semakin pede tampil mengejar karir impian. Yang terakhir, untuk buah hati kesayangan yang sedang seru-serunya mengeksplorasi dunia, pilihanku jatuh pada tas punggung dengan gambar dan warna kesukaannya, di mana dia bisa menyimpan apa pun bekal dan peralatannya berpetualang.
Seru banget kan, memilih kado menjadi pengalaman menyenangkan seperti ini. Klik klik klik, plus proses pembayaran yang mudah dan aman, membuatku jadi makin percaya belanja di Qlapa. 
Tetapi,...Kok rasanya ada yang kurang ya?Masa sibuk borong ini itu untuk orang terkasih, tetapi lupa sama diri sendiri. Intip kantong, masih ada budget memberi kado untuk diri sendiri. Dress batik, sepatu, aksesoris, atau perlengkapan dekorasi yang bisa mempercantik rumahku ya? Nggak perlu momen khusus atau alasan yang dibuat-buat kan, untuk menghadiahi diri sendiri, kan. Kira-kira apa yang pas ya buatku? Ssstt, yuk cari-cari lagi ah, di Qlapadotcom, marketplace terbaik untuk produk-produk handmade terbaik Indonesia.
 •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on April 30, 2018 02:07

February 18, 2018

Kesempatan Kedua Memberi yang Terbaik bagi Keluarga


Sebentar lagi, dua tahun Alinea hadir dalam kehidupan saya dan suami. Tidak terasa ya? Fase menyusui dan memberi MPASI, baru saja saya lewati. Banyak cerita menarik di baliknya, mulai dari belajar cara perlekatan payudara yang benar, kesulitan menyusui sebagai ibu baru, hingga suka dukanya menyiapkan MPASI--bagi saya yang tidak piawai memasak--telah menjadi perjalanan penuh tantangan. 
Dalam hitungan minggu, Alinea berusia dua tahun. Dia siap disapih dan sudah makan makanan padat. Apa artinya saya sudah bisa lebih santai? Oh tidak, sebab baru sebulan lalu, saya diberi kabar bagus dari Tuhan, bahwa Alinea akan segera punya adik!


Hamil untuk kali kedua ini bukan berarti jauh lebih mudah. Ternyata setiap kehamilan punya cerita yang unik. Ini membuat saya diingatkan, bahwa kelak, si dedek ini pun akan menjadi individu yang berbeda dari kakaknya. 
Segera saya disergap perasaan cemas. Bagaimana kalau nanti terulang lagi: bayi saya kesulitan menyusu, produksi ASI yang terhambat, hingga ke padatnya rutinitas menyiapkan MPASI yang berkualitas dengan perlengkapan dapur sekadarnya. Saya jadi teringat masa-masa repot mengukus dengan panci pengukus, lalu memblendernya dengan blender yang bising atau menyaringnya dengan saringan biasa. Saya jadi butuh waktu lama untuk menyiapkan MPASI, belum lagi cucian perkakas dapur yang menumpuk saking banyaknya peralatan yang dibutuhkan. 
Untungnya Philips Avent memberikan solusinya, yakni serangkaian solusi kebutuhan nutrisi anak dari Avent Sahabat Bunda. 
Salah satu wishlist saya, yang ingin saya miliki untuk menyambut kedatangan si dedek sebentar lagi, adalah Philips Avent Baby Food Maker
Pas saya melihat ulasannya di web resmi Philips dan The Urban Mama, saya langsung jatuh cinta dan mengidamkannya. Kenapa? 
1. Punya 4 fungsi sekaligus. Philips Avent Baby Food Maker ini bisa mengukus, menghaluskan, menghangatkan, bahkan menghilangkan beku (defrost) hanya dengan satu alat. Praktis kan? Bye bye deh repotnya siapkan peralatan ini itu, belum lagi ritual cuci piring yang menyita waktu.

2. Penggunaannya mudah. Buat saya yang juga bekerja di rumah, manajemen waktu jadi tantangan tersendiri. Nah, alangkah happy-nya saya, pas tahu kalau dengan satu tabung saja, kita bisa mengukus MPASI, lalu tinggal putar dan siap untuk diblender. Duh, jadi makin naksir sama  Philips Avent Baby Food Maker ini deh!

3. Bip bip bip, begitulah bunyinya.Berkat adanya penanda waktu, kini masakan gosong karena ditinggal mengurus ini itu tinggal sejarah. Tinggal pasang pengatur waktunya, dan biarkan Philips Avent Baby Food Maker bekerja. Saya jadi nggak was-was saat harus menemani si kecil atau mengurus pekerjaan lain.

4. Bekerja sesuai tahapan makan si kecil. Dengan pengaturan khususnya, kita bisa atur tingkat kelembutan MPASI sesuai perkembangan pola makan si kecil. Bahan makanan seperti sayur, buah, dan protein hewani pun jadi bisa diolah dengan maksimal. Kandungan nutrisi tetap terjaga. Nyam nyam, si kecil pun bisa makin semangat makan.

sumber foto produk dari sini
Wah, kalau dilihat-lihat dari kelebihannya, Philips Avent Baby Food Maker ini ternyata tidak cuma dipakai menyiapkan MPASI si kecil saja, tetapi juga persiapan makan kakaknya hingga seluruh keluarga. Cocok juga untuk investasi nutrisi jangka panjang. Asyik banget!
Walau sudah belajar dari Alinea si kakak, saya tetap merasa masih belum sempurna. Masih banyak perbaikan yang perlu saya lakukan, agar bila tiba nanti saatnya si dedek lahir, saya makin siap menyambutnya. Dan, tentu saja, rangkaian perawatan ibu dan anak #AventSahabatBunda jadi pilihan terbaik, masuk daftar wishlist teratas untuk membantu saya menyiapkan nutrisi terbaik bagi seluruh keluarga.
Untuk teman-teman yang juga punya wishlist sama, jangan lewatkan penawaran menarik dari Apresiasi Cinta Bunda Philips Avent dengan klik di sini. Banyak promo menarik yang nggak boleh dilewatkan.
ACB-PromoPage-1875 ACB-PromoPage-1875-02 Tulisan ini diikutsertakan dalam #TUMBloggersCompetition #AventSahabatBunda



 •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on February 18, 2018 05:53

February 27, 2016

Membaca Satu Kisah yang Tak Terucap karya Guntur Alam


Judul : Satu Kisah yang Tak Terucap
Penulis : Guntur Alam
Penerbit : GagasMedia
Terbit : Februari 2016
ISBN : 978-979-780-855-6
Jika aku berbagi rahasia paling rahasia, bisakah kau memastikan hatimu akan tetap milikku?

Laki-laki itu tampak asing di mata Ratna, tetapi tak sulit jatuh cinta kembali kepadanya. Dialah yang menuliskan nama mereka di pohon cinta yang melegenda di Pulau Kemaro. Tempat yang mengabadikan kisah cinta Putri Fatimah dan Pangeran Tan Bun An.

Pulau di timur Kota Palembang itu pulalah yang menjadi saksi kisah Ratna dan Lee, belasan tahun silam. Dulu maupun sekarang, binar itu masih sama. Namun, sebuah cemas bersarang dan Ratna tak kuasa mengusirnya.

Mungkin saja semua masih bisa sama saat hanya jarak yang memisahkan mereka. Hanya saja, sejauh mana kau bisa bertahan dalam sebuah rahasia dari orang yang kau cinta?

Ratna dan Lee. Bagaimana jika kisah mereka seperti legenda Putri Melayu dan Pangeran Negeri Tionghoa di Pulau Kemaro? Bahwa cinta sejati tak selamanya berakhir bahagia....

*** 
Tiap kali mendengar kata Palembang, apa yang terlintas di kepalamu? Mungkin ada yang menjawab Jembatan Ampera, sebagai ikon lansekap paling tenar di ibukota Sumatera Selatan itu. Atau Pempek yang terkenal maknyus. Atau malah tentang fenomena gerhana matahari total yang nanti terjadi tanggal 9 Maret.Namun, pernahkah kau mendengar tentang Legenda Pulau Kemaro di Palembang? Kemudian, bagaimana dekatnya hubungan masyarakat lokal dengan masyarakat Tionghoa di sana? Lalu, bagaimana pula dengan kekayaan kuliner Palembang lainnya, selain Pempek?Belum kan? Kalau aku sih, belum.Beruntungnya, Gagas Media mengeluarkan seri Indonesiana yang mengangkat beberapa budaya lokal dalam bingkai cerita pop roman. Nah, Guntur Alam memotret sisi lain Palembang, yang mungkin belum banyak digali penulis lain, melalui novel terbarunya: Satu Kisah yang Tak Terucap.
Roman di novel ini menceritakan tentang naik turunnya suasana hati serta lika-liku perjalanan Ratna dan Lee yang dijodohkan keluarga mereka karena tak kunjung menikah. Ternyata urusan belum menikah di usia yang makin matang jadi polemik tak berkesudahan dan bisa membuat salah paham (Guntur bukan berusaha curhat ya,... atau mungkin memang begitu? #eaaa). Ratna dan Lee teman masa kecil, bukti bahwa friendzone itu bukan sekadar mitos belaka. Namun, layaknya remaja yang malu-malu kucing, mereka menutup rapat rasa sukanya atas nama persahabatan.
Namun, sesungguhnya ganjalan terbesar adalah rahasia kelam yang masing-masing disimpan oleh Ratna dan Lee. Guntur menggiring pembaca pelan-pelan menguak apa rahasia Ratna, yang menurutku dituturkan dalam porsi yang cukup, serta dikiaskan dengan baik. Sementara itu, pengalaman buruk Lee dalam percintaan, juga menjadi borok yang memakannya hidup-hidup. Rahasia-rahasia inilah yang membuat Ratna dan Lee yang sebenarnya sudah sama-sama cinta, merantai hati mereka di masa lalu. Cerita makin diperumit dengan datangnya teman masa kecil Ratna yang ikut menyampaikan rasa cinta, desakan keluarga yang terus datang bertubi-tubi, bahkan dari ibu Ratna sendiri sampai keduanya terlibat pertengkaran hebat.
Guntur yang biasanya bertutur ala sastra koran, dengan genre gothic, menurutku mampu menyajikan kisah dengan bahasa pop roman yang lebih ringan dibaca. Adegan demi adegan ditata sedemikian rupa demi tujuan bercerita, sekaligus tidak menumpahkan semua bagiannya agar pembaca terus menebak-nebak arahnya. Yang menarik, Guntur sengaja tidak memotret perbedaan agama dalam percintaan Ratna dan Lee. Tindakan cukup bijak, mengingat fokus utama ceritanya adalah budaya Indonesia, bukan novel kritis yang mengangkat friksi agama. Selain itu, penempatan porsi lokalitasnya pas. Legenda Pulau Kemaro disandingkan dengan cerita Ratna dan Lee, berkelindan menjadi bagian tak terpisahkan. Ini membuat budaya Palembang yang diangkat, tidak sekadar tempelan belaka agar terkesan lokal.
Nah, aku yakin setiap orang memiliki rahasia paling kelam, disimpan serapat-rapatnya di dalam hati. Termasuk kamu yang sedang baca postingan ini. Kalau rahasiamu itu menahan langkahmu untuk lebih bahagia, kamu wajib baca buku ini. Kamu akan menemukan potongan dirimu sendiri, berkaca, lalu kauputuskan sendiri:Apa kau biarkan satu kisah yang tak terucap itu, mengendalikan hidupmu?
Giveaway:Ada satu novel Satu Kisah yang Tak Terucap karya Guntur Alam, geratiiiissss buatmu. Caranya gampang. Yuk ditengok:1. Jawab pertanyaan ini: Bagaimana caramu bisa terbebas dari rahasia kelam masa lalu?2. Tulis jawabanmu di kolom komentar di bawah ini. Sertakan nama serta akun media sosialmu, seperti twitter, facebook, dan sebagainya.3. Kamu juga wajib share postingan ini di media sosialmu, terutama facebook dan twittermu (pastikan akunmu tidak dikunci agar bisa terkonfirmasi). Jangan lupa mention atau tag Guntur Alam (@AlamGuntur) dan Penerbit Gagas Media (@GagasMedia) ya?4. Jawaban ditunggu sampai Selasa, 1 Maret 2016 pukul 23.59 ya.
5. Selamat mencoba!

 •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on February 27, 2016 16:47

December 14, 2015

[Perfect Pain] Di Balik Luka yang Sempurna



Jika ada yang bertanya, mana yang lebih sulit, menulis After Rain atau merampungkan Perfect Pain, maka aku akan menjawab...,Perfect Pain jauh, teramat sangat lebih menantang.


Aku menulis kisah Seren dalam After Rain dengan perasaan ringan dan riang. Tak ada ekspektasi. Tidak membawa beban pesan atau perasaan tertentu (walaupun banyak yang menganggap Seren itu sebenarnya aku sendiri, padahal BUKAN).
Sesungguhnya, aku memiliki ketertarikan khusus tentang isu-isu perempuan, mulai dari kesetaraan gender, kesamaan hak dasar perempuan, hingga kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan. Dalam perjalanannya, aku mendapati banyak kasus kekerasan dalam rumah tangga terjadi di kehidupan sehari-hari, baik dari berita di televisi, artikel di koran dan majalah, bahkan curhatan beberapa kenalan. Cerita-cerita itu berkelindan, menjalin sebuah perasaan kuat.Aku merasa, ini harus dituliskan. Harus!Saking kuatnya perasaan itu, aku seperti membayangkan diriku tengah “dihampiri” sesosok perempuan kurus semampai, dengan gaun putih yang ujungnya selalu meliuk dipermainkan angin. Dia mengenalkan dirinya bernama Bi dan memintaku menuliskan kisahnya. Kisah tentang lukanya yang sempurna; luka karena mencintai.Absurd sih, dan agak horor, tapi kuanggap saja itu bagian dari proses kreatif.
Akhirnya aku mulai menyusun premisnya. Dari premis itu, kukembangkan menjadi sinopsis, lalu terus kupaparkan detailnya dalam bentuk outline.
Seperti yang tadi kusampaikan, ada tantangan lebih besar saat menuliskan Perfect Pain. Tantangan pertama adalah ketakutanku sendiri tentang naskah ini. Bayang-bayang kesuksesan After Rain begitu kuat, sehingga ekspektasi pembaca terhadap novel keduaku ini begitu tinggi. Mereka tentu ingin cerita yang lebih menarik, yang ditulis dengan teknik penceritaan yang lebih baik, serta karakter yang lebih memikat. Tantangan kedua adalah emosi cerita yang terlalu kuat. Tidak bisa dipungkiri, beberapa adegan dalam novel Perfect Pain begitu intens. Saking pekatnya, sampai menyeretku menjadi pribadi yang emosional juga. Aku jadi gampang sedih, mudah menangis, sedikit lebih temperamental; sampai-sampai aku harus berhenti menulis dan menjaga jarak dengan cerita yang kutulis ini.
Di satu titik, aku merombak total alur Perfect Pain. Saat itu draf ini sudah selesai sampai sekitar bab ke sepuluh.  Aku mengubahnya dengan plot yang sama sekali baru, tokoh-tokoh yang berbeda, walaupun fokusnya tetap mengenai kekerasan terhadap perempuan. Beruntung, aku memiliki editor yang paham kegundahanku, Jia Effendie. Bukannya mendesak atau menasehati ini itu, dia membiarkanku bermain-main plot baru itu. Namun, dalam perjalanannya, aku hanya sanggup menuliskannya sampai bab empat atau lima, lalu mandek begitu saja. Mau kuutak-atik, tetap saja cerita baru itu jalan di tempat. Pasrah! Akhirnya kuputuskan untuk kembali ke plot awal dan melanjutkannya sampai selesai.
Yang membantuku melewati proses “menyakitkan” menulis Perfect Pain adalah dukungan tim first readers-ku, teman-teman sesama penulis lainnya, serta editor-editor Gagas Media. Mereka tak henti memberikan suntikan energi positif. Aku sadar, tak peduli sekelam apapun cerita Bi ini, dia harus sampai di garis finish. Memang benar, setelah membulatkan tekad, segalanya seperti dipermudah. Aku pun tiba di kata TAMAT.
Aku selalu ingat sebuah pertanyaan yang dilontarkan seorang penulis senior padaku: Kenapa kau menulis sebuah cerita? Buatku, menulis Perfect Pain, sesuai dengan namanya adalah sebuah luka yang sempurna. Namun, aku menikmati prosesnya. Aku tumbuh beserta cerita ini; karena pada akhirnya aku berhasil menaklukkan diriku sendiri, mengalahkan ketakutanku, serta menjadi lebih kuat. Kurasa, pada titik-titik tertentu kehidupan kita, sesungguhnya ada Bi dalam diri kita.
Aku tidak berani menggantungkan impian terlalu muluk tentang Perfect Pain ini. Biarkan kalian yang membacanya menilai sendiri.Selamat membaca. Selamat mengenang lukamu sendiri; luka yang sempurna karena mencintai.
Salam, Anggun Prameswari
PS: Jangan lupa mampir ke blog-blog di bawah ini ya. Ada lebih banyak cerita menarik mengenai Perfect Pain, plus ada giveway-nya juga. Penasaran, kan? Yuk, ramaikan.

Aku punya satu novel Perfect Pain bertandatangan, GRATISSS, spesial buatmu. Jawab pertaanyaan berikut di kolom komentar:
Kalau kamu bisa mengucapkan sesuatu untuk orang yang kau cintai, sekaligus menyakitimu, apa yang ingin kau katakan?
Sampaikan jawabanmu di kolom komentar di bawah ini, disertai dengan nama lengkap dan alamat email (wajib) dan akun media sosial yang kamu miliki (bisa FB/twitter).

Ayo, mari merayakan luka yang paling sempurna!
 •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on December 14, 2015 04:48

September 5, 2015

[Cerpen] - Haruan Baubar Uma


Dimuat di majalah Good Housekeeping edisi Agustus 2015 


 Jarang-jarang Ratih nampak gundah. Dua tahun lewat pernikahannya, tak sekalipun Akhmad, suaminya gagal melengkungkan senyum di wajah bulat telurnya. Namun, selalu ada satu hari dalam setahun, hatinya mengembang risau. Begitu pandai awalnya dia menyembunyikan cemarut itu dari raut wajah, sampai-sampai Akhmad tak menangkap gelagat apa-apa. Hari semakin dekat dengan masa yang ia cemaskan. Hari meninggalnya sang ibu mertua, karena di hari itulah, Akhmad mendadak manja tak keruan. Selalu minta dimasakkan Haruan Baubar1. Tak mau makan jika bukan itu menunya. Ketika tiga tahun lalu, kali pertama Akhmad minta dimasakkan Haruan Baubar, Ratih mengernyitkan dahi. Kenapa bukan Soto Banjar yang jelas-jelas lebih terkenal sebagai makanan khas daerah suaminya? Sebagai perempuan Jawa, tentu Ratih tidak fasih dengan menu-menu itu. Dia masih ingat, tiga bulan pertama pernikahannya, Ratih memasakkan Soto Banjar nyaris tiap dua kali seminggu. Akhmad tertawa saat tahu alasannya, semata ingin menyenangkan hati suami di masa bulan madu. Lelaki jangkung kurus itu membelai rambut Ratih dan berbisik, masaklah apa saja, karena masakan penuh cinta selalu memuaskan selera. Mendengar itu, berjam-jam tak pudar pipi bulat Ratih memerah persis tomat buah, tersipu karenanya.Kembali ke Haruan Baubar tadi, Akhmad tadinya enggan menjelaskan. Matanya dilemparkan ke sudut bertentangan dari tatap teduh Ratih. Namun, Ratih perempuan liat, giat mencari jawaban menuntaskan penasarannya. Akhmad akhirnya bercerita dan hati Ratih langsung tergerus saat menyimaknya.Uma2, begitu Akhmad memanggil ibunya, dulu susah sekali hamil. Maka saat Akhmad lahir, sukacita itu tumpah ruah di dada uma dan memanjakan Akhmad tak kira-kira. Akhmad kecil susah makan, sama susahnya dengan rupiah yang tersemat di dompet uma. Sebagai buruh cuci, tak seberapalah uang yang bisa mereka genggam setiap bulan. Bapaknya sopir ekspedisi, lebih sering singgah lalu berangkat tugas kembali, sampai-sampai ingatan Akhmad tentang bapak melamur. Mata Akhmad menerawang saat ceritanya henti sejenak. Ratih mengusap punggung suaminya. Akhmad pun melanjutkan, sembari menyemburkan bulat asap rokoknya ke sisi berlawanan wajah istrinya. Suatu hari, seperti biasa Akhmad kecil bertingkah tak mau makan. Tentu umabingung tak kepalang, berusaha membujuk agar anak tunggalnya mau makan barang sesuap saja. Tak lama tercium aroma gurih iwak baubar3 dari jendela tetangga.“Biar kutebak, kau minta ibumu memasak iwak baubar?” tanya Ratih dengan bola mata membulat. “Aku bilanglah pada uma, masakkan Haruan Baubar, ulun4 janji akan habiskan dua piring lah.”“Ah, ibumu pasti bersemangat.”“Padahal waktu itu badan umameriang karena sehari sebelumnya kelelahan membantu di pernikahan saudara.”“Tapi ibumu tetap berangkat ke pasar?”“Iya. Padahal hari hujan. Petir menyambar rasanya nyaris membakar ubun-ubun. Tapi tetaplah umaberangkat.”“Lalu?”“Aku yakin di kepala uma sudah merancang akan juga memasak Terong Baparung5 dan sambal acan6. Sepertinya aku di rumah juga membayangkan hal yang sama. Manalah aku tahu kalau ternyata uma tak pulang-pulang lagi.”Ratih menghela napas. Ia tahu cerita selanjutnya. Tentang mertua perempuan yang tak pernah ia temui karena kecelakaan. Pick-up sayur penuh muatan tergelincir di jalan kampung yang licin, memelantingkan tubuh ibu Akhmad. Napasnya terpenggal tepat saat raganya mendarat di tanah becek. Ikan yang dibelinya ikut tergeletak di sana-sini, tak menemukan jalan tiba di piring Akhmad untuk disantap.“Kalau aku tidak memaksa uma memasak Haruan Baubar, mungkinkah...,” Akhmad mematikan bara di batang rokok. “Sejak itu, di hari kematian uma, aku selalu mengingat cintanya dengan memakan Haruan Baubar.”Mana bisa Ratih menolak memasakkannya menu itu, melihat duka yang melayang-layang di mata suaminya. Lagipula, apa susahnya sekadar memasak ikan bakar. Jika menu serumit Soto Banjar saja ia menuai pujian, tentu Haruan Baubar bukanlah masalah besar.***Ratih salah. Ada hal-hal yang luput dari perhitungannya. Memang mudah sekadar memanggang ikan dan menghidangkannya di atas meja. Yang sukar justru memuaskan dahaga Akhmad akan kenangan ibunya.Tahun pertama Ratih memasakkan Haruan Baubar, kalau tidak salah di bulan kelima pernikahan mereka, Akhmad nyaris dibuatnya muntah. Haruan yang cokelat kehitaman itu hanya disentuh suaminya secuil saja.“Tidak enaklah,” begitu ujarnya.Ratih mengernyitkan dahi, mengingat-ingat di bagian manakah ia salah meracik bumbunya. Bawang putih, asam, dan garam, cuma itu yang ia perlukan sebelum memanggang iwak tersebut. Ketika Ratih mencicipinya, dengan nasi mengepul hangat dan secolek sambal, rasanya tak ada yang aneh, walau tak bisa dibilang wah juga.Seharian itu Akhmad tak mau menyuapkan apapun ke mulutnya. Hanya rokok dan air putih yang sudi ia kecap. Lelaki itu duduk di depan rumah. Matanya menatap ke langit, mungkin sedang meminta izin pada Tuhan, untuk diredakan gulana di dadanya. Atau sekadar menikmati rindu yang menggulung-gulung siap pecah di ujung mata. Namun, Akhmad pantang menangis. Baginya menangis pekerjaan perempuan. Lelaki cukup diam dan meredam kecamuknya bersama puntung-puntung tembakau yang bergelimpangan.Tahun kedua, sesuai permintaan Akhmad, Ratih memasakkan Haruan Baubar lagi. Kali ini ia tak hendak main-main. Ia memilih iwakterbaik. Walau bumbu rendamnya sama, kali ini Ratih juga menyertakan cacapan asam7 sebagai pendamping menyantap Haruan Baubar. Akhmad masih menggeleng, walau tak sampai mual seperti tahun lalu. Ratih tak sabar lalu bertanya tentang rasanya. “Ada yang kurang,” jawab Akhmad.“Apanya?”“Entahlah. Tidak bisa kujelaskan.”“Terlalu asin? Pahit karena terlalu gosong?” Ratih makin tak sabar. “Bilang padaku.”“Sudahlah. Kenyang.”Hanya dua suap yang bisa lelaki itu habiskan. Lagi-lagi ia menyendiri di beranda rumah. Merokok dan minum air putih, sampai larut sekali. Selepas tengah malam, barulah ia masuk ke rumah dan memeluk Ratih dari belakang. Pulas sekali tidurnya sampai-sampai subuh tiba, membuat Ratih terkunci di rengkuhannya. Seberapa dalam suaminya tenggelam dalam duka kehilangan ibunya, batin Ratih mengusap dahi Akhmad lalu mengecupnya beberapa kali. Lelaki itu menggeliat, sehingga Ratih bisa beranjak dari tempat tidur, menyambut azan dari arah seberang.***Maka tahun ini, Ratih benar-benar enggan. Ia tak mau memasakkan Haruan Baubar lagi. Semalam sebelum hari meninggal mertuanya itu, Ratih duduk tegak di depan suaminya. Nadanya dipertegas, seakan Akhmad harus tahu bahwa ia tak main-main.“Kenapakah begitu?” tanya Akhmad dengan nada tak kalah tegas. Sejenak Ratih gentar. Namun, tangannya mengepal lebih kuat mempertegas niatnya.“Aku memasakkanmu Haruan Baubar dua kali, dan dua-duanya tak kau makan. Mubazir. Setiap tahun, aku harus memberikannya ke tetangga kanan-kiri karena kau tak sudi menghabiskannya.”“Rasanya kurang. Tidak seperti masakan uma.”Ratih terdiam.“Kalau uma yang masak, entah kenapa, rasanya nikmat sekali.”“Tapi aku bukan ibumu. Aku istrimu. Tentu saja berbeda.” Ratih bangkit dari duduknya. Siapa yang tidak kesal diperbandingkan. Apa Akhmad tidak tahu, wanita itu pada dasarnya pencemburu. “Aku sudah berusaha memasak sebaik mungkin, seenak mungkin. Tapi kurasa juru masak selihai apapun takkan memuaskanmu, karena sebenarnya bukan perutmu yang lapar, tapi hatimu. Lapar akan rasa bersalahmu sendiri.”Akhmad menatap lekat istrinya. Tak sekalipun Ratih pernah berkata keras sepanjang usia pernikahan mereka.  “Ratih, semalam aku bermimpi. Umadatang membawa sepiring iwak baubar. Haruan Baubar, komplit dengan nasi, cacapan asam, terong baparung, dan sambal. Yang aneh, uma tidak mau menyuapiku seperti ketika aku kecil dulu. Umacuma berdiri, tersenyum, lalu membalikkan badan membawa piringnya pergi,” Akhmad menatap kosong ke arah langit-langit. “Menurutmu, pertanda apakah itu?”“Aku tidak tahu,” jawab Ratih setelah berpikir sejenak.“Apa menurutmu uma masih marah padaku?”“Kenapa kau selalu berpikir begitu? Sungguh, aku tidak tahu jawabannya. Yang pasti, aku tidak akan memasakkanmu Haruan baubar.”Ia pun ikut bangkit. “Baiklah. Biar besok aku saja yang masak Haruan Baubar itu.”Ratih tercenung mendengarnya. Dengan cepat, Akhmad berbalik badan meninggalkan rumah. Ratih belum sanggup menyurutkan kesal di dada, setengah melampiaskannya pada punggung Akhmad yang menjauh, “jangan lupa sekalian panggang juga hatimu yang penuh rasa bersalah itu.”Tak ada yang tahu, bagaimana raut wajah suaminya selepas Ratih mengucapkan kalimat itu.***Kini ganti Ratih yang duduk gelisah di beranda rumah. Beberapa kali ia memanjangkan leher menatap ke ujung jalan, kalau-kalau sosok jangkung suaminya tertangkap mata. Akhmad pasti akan kerepotan membawa belanjaan di satu tangan dengan payung di tangan lainnya. Sudah beberapa jam hujan tak putus-putus mencurah dari langit yang gelapnya bukan kepalang. Guntur dan kilat saling berkejaran, seakan berlomba mana yang lebih ampuh menciutkan hati manusia untuk keluar dari rumah. Sejak pagi, Akhmad belum kembali. Ia pergi ke pasar selepas azan subuh. Sekarang lewat beberapa jam, Ratih masih sendiri di rumah. Sedari tadi ia menyesal, kenapa ia membiarkan suaminya pergi sendiri. Apakah Akhmad kehujanan? Ataukah tengah berteduh di pinggir jalan menanti langit kembali cerah, sebelum melanjutkan langkah menuju rumah? Atau jangan-jangan, persis seperti mertuanya bertahun-tahun silam, ada truk muatan sayur yang menghantam telak suaminya? Jantung Ratih nyaris ikut berhenti berdegup membayangkannya. Tak seharusnya ia cemburu pada ibu mertuanya. Ia tak mengalami duka itu sebagaimana Akhmad menjalaninya. Di usia semuda itu, belum genap sepuluh tahun, Akhmad menyuburkan rasa bersalah di dada, merasa bahwa kepergian ibunya adalah murni salahnya.Ratih mempererat genggaman di sisi tubuhnya. Tapi siapa juga yang rela diperbandingkan dengan mertua sendiri? Memang tidak ada yang mengalahkan cinta ibu dan anak. Namun, cinta suami dan istri tentulah beda bentuknya. Memintanya memasakkan haruan baubar persis sebagaimana cara ibunya dulu, rasanya Ratih sedang dituntut menjadi sosok yang bukan dirinya sendiri. Menjelma jadi ibu untuk lelakinya. Cemburu merambat naik melewati tengkuk Ratih, membuat kepalanya berdenyut-denyut. Hujan menderas, tak menyisakan celah di antara rintiknya. Ratih membulatkan tekad. Ia harus menyusul Akhmad. Tak hendak ia dikubur rasa bersalah, persis yang membenamkan hati suaminya bertahun-tahun.Ratih mengembangkan payung paling kuat dan lebar yang mereka punya, lalu membawa satu lagi, kalau-kalau Akhmad masih marah padanya dan tak mau berbagi payung. Setiap kakinya melangkah, ia mengucap doa, semoga Akhmad tengah berteduh tak kurang suatu apapun. Duh Gusti, Ratih tak sanggup membayangkan gambaran jahat yang tanpa permisi melintas. Akhmad tersungkur di tanah becek, dengan iwak haruan mengelilinginya. Persis ibunya dulu.Rinai air mulai menipis saat Ratih meninggalkan jalan setapak kampung menuju jalan besar. Tak lama, ia nyaris terlonjak kegirangan saat melihat sosok jangkung berdiri merapatkan tubuh di sebuah pos jaga ronda yang atapnya mulai lapuk. Ratih berlari cepat menghampiri suaminya, yang menyambutnya dengan binar yang tak kalah gemilangnya.“Kau kebasahan?” tanya Ratih.Akhmad menggeleng. Bibirnya biru. Biru yang hampir sama bila Ratih hendak mengingat bayangan suaminya yang tumbang dihantam truk sayur.“Ayo pulang. Cepat-cepatlah kita masak iwak itu.”“Ulun tidak beli iwak haruan,” ujar Akhmad tersenyum. “Sepanjang jalan, aku berpikir apa maksud mimpi uma. Mungkin uma menyuruhku berhenti makan iwak baubar dengan perasaan sedih seperti itu.”“Lalu, hari ini mau masak apa?”“Aku mendadak ingin menyantap soto banjar bikinanmu lah,” ujar Akhmad, “kurasa cuaca seperti ini memang lebih cocok menyantap makanan berkuah yang hangat.”Ratih terperanjat lalu cepat-cepat melihat ke arah kantung di tangan suaminya. Segala bahan untuk memasak Soto Banjar ada di tentengan suaminya. “Tapi...,”“Aku pernah bilangkah, Ratih,” ujar Akhmad setengah berbisik tepat di telinga istrinya, “soto banjar bikinanmu lebih enak dari yang dimasak uma?”Begitulah Akhmad yang tak pernah gagal melengkungkan senyum di wajah bulat telur Ratih. Selepas itu, selama beberapa jam, sipu merah yang membulat di pipi wanita itu tak kunjung memudar.***Notes:1 Haruan Baubar: ikan bakar, sejenis ikan gabus, khas Banjar yang dibakar (di-ubar) di atas bara api yang berasal dari tempurung kelapa.2 uma : sebutan ibu untuk orang banjar hulu3 iwak baubar : ikan bakar4  ulun : aku, saya5  Terong baparung: terong yang bakar di atas bara api dengan santan kelapa6 Sambal Acan :  Sambal terasi7 Cacapan asam : semacam side dish untuk menikmati iwak baubar
 •  1 comment  •  flag
Share on Twitter
Published on September 05, 2015 09:03

August 17, 2015

TATO KUCING

dimuat di harian Media Indonesia, Minggu, 16 Agustus 2015


DI pagi yang lembap oleh hujan semalam, seorang lelaki tergantung di sudut pasar.   Kucoba memperhalus bahasanya. Setidaknya agar masih terdengar beradab ketimbang ucapan bibik berkeranjang kosong yang tergopoh panik saat menemukan lelaki itu.“Ada yang mati gantung diri. Bunuh diri!” 
Sisi barat dan sisi tengah pasar, pusat bongkar muat bahan pangan, sudah ramai sejak pukul tiga pagi. Sedangkan sayap timur, tempat pedagang pakaian, perabotan dapur, dan perhiasan, baru menggeliat selepas pukul enam. Di sana berjajar lapak tak beratap, dan tanpa penghuni. Senyap. Sesekali menjadi tempat tidur oleh para gelandangan, atau lahan jemur pakaian penghuni pasar. Di sudut paling sepi itulah, lelaki itu memilih tempat meregang nyawa.
Saat orang-orang sudah berkerumun di tempat kejadian, aku baru saja masuk pasar. Belakangan istriku gampang sekali tak enak badan. Jadi, akulah yang berbelanja ke pasar. Istriku hamil muda. Mual parah di bulan ketiga. Ia harus banyak istirahat. Bila terlalu lelah, janinnya bisa lepas dari rahim, seperti anak-anak kami sebelumnya.
“Bikinkan aku sup ceker ayam lagi,” pintanya beberapa malam terakhir, setengah merajuk dan mengusap perutnya yang belum buncit. “Anakmu cuma mau makan itu.” Sejak hamil, ia gemar makan sup ceker. Nyaris tiap hari aku ke pasar membeli bahan-bahan yang dibutuhkan. Penjualnya sampai hafal wajahku. Mungkin ia berpikir lelaki tak pantas belanja ke pasar. Padahal, menurutku memasak satu-dua kali untuk istri setelah setengah umurnya habis di dapur karena memasak untukku, tidaklah salah. Toh, yang dikandungnya anakku juga. Anak yang kami idamkan sejak lama. Yang untuk mendapatkannya, tak terhitung dokter dan ahli pengobatan alternatif, yang telah kami kunjungi.
Kulihat lelaki itu bertelanjang dada, membelakangiku. Ia seakan bersandar ke dinding kios yang tak beratap. Rangka bangunannya tak menyunggi genting sama sekali, mirip panggung teater dengan sinar matahari sebagai lampu sorotnya. Kematian tak pernah gagal menjadi atraksi bagi yang hidup. Ngeri bercampur penasaran membuat kerumunan makin padat. Kulihat kulitnya putih pucat. Tubuhnya sudah kaku. Celana cokelatnya tergulung setengah betis, menegaskan kaki yang melayang dari tanah. Matanya terpejam. Kepala plontosnya mengingatkanku pada pentol korek api. Sekilas ia mirip manekin yang tergantung di dinding. Tapi, manekin tentu tak punya kerut keriput dan bulu kaki. Lehernya terjerat tali cokelat, dan warnanya senada dengan celananya.
Erangan terkejut dan terhenyak berlesatan dari mereka yang masih punya nyali untuk melihat.
Apa yang terlintas di kepala yang hidup saat mendapati yang mati di hadapannya? Tak bisa kubayangkan diriku mati. Bagaimana istriku nanti? Ia tak bisa bekerja karena tubuhnya terus melemah, sementara kami butuh banyak biaya.Kontrol ke bidan. Biaya persalinan. Beli popok, susu formula, ini dan itu. Untuk bisa hamil saja, aku berutang ke sana-sini. Orangtua. Mertua.Kakak ipar. Sampai ke tukang kredit pasar, yang bunganya makin lama mencekik. Ini demi seorang anak. Simbol harapan masa depan bagi kami. Dan, laki-laki ini memilih menyerahkan hidupnya pada seutas tali?
Pandanganku terganggu oleh ulah orang yang mengambil beberapa foto dengan ponsel. Heran, apa menariknya memotret rupa orang mati? Seperti potret korban insiden maut yang berseliweran di televisi pada jam-jam makan siang atau makan malam. Perasaan macam apa yang sedang mereka gugah?

Bulan lalu aku melayat tetanggaku yang meninggal terkena serangan jantung. Jenazahnya disemayamkan dalam peti putih mengkilat berhias lukisan perjamuan terakhir. Ia terlihat tampan dengan setelan jas. Kami dipisahkan oleh sehelai kain tile berajut tanda salib saat aku mengucapkan doa perpisahan. Namun, tetangga lain yang ikut melayat malah sibuk memotret jasad kaku almarhum. Pasti beberapa saat lagi, foto itu beredar di media sosial, lengkap dengan salam perpisahan dan doa penghiburan. Setengah menyeret, kusuruh ia memotret foto almarhum di meja persemayaman, bersanding dengan sepasang lilin putih dan kembang sedap malam.

“Coba kau mati, lalu ada yang memotret jenazahmu dan menyebarkannya di media sosial. Kita lihat apa kau tetap bisa meninggal dengan tenang dan keluargamu masih bisa berduka dengan perasaan terhormat,” ujarku.

Kerumunan orang mulai bercakap-cakap. Membuat hipotesa sendiri-sendiri. Menakjubkan. Betapa orang mudah sok tahu tentang banyak hal yang tak diketahuinya.
“Kasihan, ya, anak-anaknya.” “Memangnya punya anak?” “Ah, di tangannya ada tato.” “Bunuh diri dosa yang tak terampuni!” “Itu kalau bunuh diri. Kalau dibunuh?” “Panggil polisi!” “Turunkan mayatnya.” “Nanti merusak TKP.” “Jadi bunuh diri atau dibunuh?” “Kalau benar gantung diri, pasti ada feses dan sperma keluar sebab talinya menjerat bagian otak yang mengatur saraf gerak. Begitulah yang kubaca di majalah.” “Duh Gusti, semoga tak jadi arwah penasaran.” “Tatonya gambar kucing hitam, ya?” 
Sontak aku menatap arah yang sama. Tanpa sadar, kuraba pergelangan tanganku sendiri, persis tempat tato lelaki itu berada. Di antara jutaan gambar di dunia, kenapa kucing hitam? Kenapa bukan naga atau perempuan seksi seperti beberapa preman yang pernah kulihat di pasar? 
Dua minggu lalu, istriku melihatnya. Seekor kucing hitam melintas di depan rumah, tiga hari berturut-turut. Ia tak henti-henti memikirkannya. Takut sesuatu yang buruk akan terjadi. Kucing hitam dianggap simbol kematian. Banyak mitos dan takhayul tentang itu. Sebut saja kucing hitam dan penyihir sesat. Lalu, ada mitos menabrak kucing sampai mati akan membawa sial bagi pengendara manapun. Selain nyawanya sembilan, kucing juga dipercaya menjaga makam Firaun. Sebagai wakil Dewa Osiris, kucing pun perantara di dunia kematian untuk menghukum para pendosa.
Pikiran yang kuat akan mudah menggerogoti tubuhnya yang makin lemah. Ia jadi mudah berdarah. Sehari mimisan, beberapa hari kemudian darah pun merembes melewati pahanya. Wajahnya pucat seakan tak tersisa lagi darah di sana. Sepulang dari dokter, ia menangis hebat. Meminta maaf karena ia gagal sekali lagi. Hanya bisa kubelai rambutnya. Kubilang, semua akan baik-baik saja. Tak peduli tabungan habis. Masa bodoh dengan utang yang menjelma menjadi seutas tali yang liat. Kami akan punya anak lagi. Segera! Entah anak laki-laki atau perempuan, kami akan mendidiknya. Membuatnya jadi hebat. Tuhan memilihku menjadi ayah, karena aku bisa diandalkan. Bersamaku anak itu memiliki masa depan. Sesulit apapun, aku takkan menyerah seperti lelaki itu.
Suara-suara berdengung, membubung ke angkasa mirip segerombolan lebah yang keluar dari sarang. Kata-kata mereka berubah menjadi gumaman yang menderu, lebih seru dari pemandangan lelaki gantung diri. Semuanya berlomba menjadi yang maha tahu. Namun, tak ada yang berani mendekat, apalagi menurunkan jenazahnya. Sampai kapan mayat si bapak dibiarkan di sana? 
“Minggir, minggir, polisi datang!” Kerumunan menyeruak. Beberapa orang berseragam berderap. Angin berembus kencang. Tangan si bapak jadi bergoyang. Tato kucing hitam itu seperti bergerak, bagai hendak melarikan diri.
Polisi akan menurunkan jasadnya. Membawanya pulang pada istri yang cemas di rumah. Lelaki itu pasti tak memikirkan istrinya saat mengalungkan tali seliat itu ke rangka bangunan. Isi kepala manusia serupa palung tergelap. Hanya Tuhan yang tahu jalan menyelaminya. Kematian memang nampak lebih indah dari kehidupan. Terlebih ketika perkawinanmu tak bahagia atau uangmu tak cukup membeli kebahagiaan. Bahkan saat masa depan ditutup paksa oleh takdir, kematian bak jalan pembebasan. Kau mudah lupa seberapa banyak uangmu, seberapa luas masa depanmu (itu juga kalau kau bertahan), atau seberapa cantik istrimu.
“Itu kan pemilik rental PS di utara pasar,” celetuk anak muda, penjual kios buah langgananku. “Dia pernah beli mangga muda di lapakku.” “Mungkin bunuh diri karena stres.” “Kasihan istrinya. Kudengar kandungan istrinya lemah, makanya beberapa kali keguguran.”“Bukannya rentalnya juga nyaris bangkrut?” “Oh, dia juga sering dicari Bang Samin. Utangnya numpuk!” “Utangnya banyak, terus gelap mata. Makanya bunuh diri.” “Atau, jangan-jangan bunuh diri karena mandul.” “Hus! Nanti hantunya datang mencarimu karena bicara sembarangan.” “Ya ampun!” pekik seseorang. “Dia hampir tiap hari beli ceker padaku. Raut mukanya selalu tegang. Setiap ditanya, ia bilang istrinya ngidam sup ceker.”
Aku mengedarkan pandangan sekali lagi. Wajah istriku, tato kucing hitam, dan raut pasi lelaki gantung diri. Silih berganti melintas di kepalaku. Lalu, aku ingat sesuatu. Kenapa si bibik berkeranjang kosong itu yang menemukan jasadnya? 
Entahlah. Aku mengedikkan bahu, berusaha meredakan nyeri yang meremang di tengkuk, sambil terus melangkah, dan menggenggam pergelangan tanganku yang bertato kucing hitam.
 •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on August 17, 2015 07:04

Anggun Prameswari's Blog

Anggun Prameswari
Anggun Prameswari isn't a Goodreads Author (yet), but they do have a blog, so here are some recent posts imported from their feed.
Follow Anggun Prameswari's blog with rss.